Rabu, 23 Mei 2012

SUTRA DELAPAN KESADARAN AGUNG.



KESADARAN AGUNG PERTAMA
            Ketidak-langgengan merupakan ciri segala sesuatu di alam semesta. Alam semesta adalah berbahaya, rapuh serta kotor serta dapat mengalami kehancuran. Badan jasmani yang diuraikan menjadi empat unsur pokok (maha-bhuta) berpautan dengan penderitaan dan kekosongan (Sunya). Gabungan lima faktor kehidupan (skandha) tidak memiliki suatu pribadi (Ego) yang Nyata. Adalah merupakan suatu hukum bahwa segala sesuatu yang berkondisi akan timbul dan lenyap.
            Semuanya berada dalam keadaan berubah dan lapuk. Sama sekali tidak ada penguasa atas badan jasmani dan obyek-obyek duniawi. Karenanya, batin (pikiran) adalah akar kejahatan serta melekat pada obyek-obyek duniawi dan tempat bersembunyinya kejahatan-kejahatan dan dosa. Dengan melihat semua fenomena dari sudut ini, sedikit demi sedikit kita akan membeaskan diri dari penderitaan kelahiran dan kematian.

KESADARAN AGUNG KEDUA.
            Keingainan yang berlebihan membuahkan penderitaan. Penderitaan kelahiran dan kematian serta penderitaan menjalani kehidupan yang melelahkan, semuanya adalah disebabkan oleh keserakahan. Keinginan yang sedikit yang bebas dari nafsu membuat batin dan jasmani kita tenang.
            Sang Buddha dengan tegas menganjurkan untuk menahan diri dari keserakahan, sebab keserakahan adalah kutuk abadi. Menahan diri dari keserakahan adalah kesadaran akan fakta bahwa, baik kesenangan duniawi (seperti :kekayaan, harta benda, reputasi, kemanjaan yang berlebihan dalam makanan dan tidur) maupun obyek-obyek duniawi (seperti yang dialami oleh persepsi terhadap rupa, bunyi, bau, rasa atau sentuhan), semuanya adalah tidak nyata, tidak kekal dan kotor. Hal itu berarti tidak mempunyai nafsu keinginan terhadap hal-hal tersebut.
            Keserakahan yang membutakan mata timbul melalui pikiran bahwa tubuh adalah indah. Apabila kita menyadari bahwa tubuh adalah indah. Apabila kita penyadari bahwa tubuh adalah indah. Apabila kita menyadari bahwa tubuh adalah kotor, maka keserakahan akan hilan untuk selamanya.

KESADARAN AGUNG KETIGA.
            Ambisi-ambisi yang tidak pernah puas hanya mencari pengejaran-pengejaran, yang dengan demikian menambah dosa-dosa. Mereka yang melaksanakan jalan Bodhisattva tidak akan pernah berbuat demikian. Mereka harus merasa puas dalam hati, dan sabar akan penderitaan dalam mengikuti ajaran Snag Buddha. Mereka tidak mencari sesuatu apapun kecuali kebijaksanaan.
            Apakah ajaran Sang Buddha itu ? secara ringkas, ajaran Sang Buddha terdiri atas Empat Kebenaran Mulia yang membawa pada pemusnahan nafsu keinginan dan ketidak-tahuan, mengatasi kelahiran kembali, usia tua, penyakit, kematian, kesedihan, ratp tangis, kesakitan, duka cita dan putus asa, mengakhiri seluruh tumpukan enderitaan ini, mencapai kedamaian abadi, kebebasan dan keselamatan dari siklus kehidupan (samskara).
            Guru agung kita mempelajari dunia dan melihat bahwa yang ada hanyalah penderitaan belaka. Beliau menguraikan sebab penderitaan dan memberikan resep untuk menghilangkan akar sebab penderitaan dengan melaksanakan Jalan Utama Beruas Delapan itu? Yaitu:
  1. Pengertian Benar, yang dapat dibedakan dalam tiga tingkat :
    1. Pengertian Benar yang umum, terdiri atas : kasih sayang, cinta kasih dna keseimbangan batin, hukum sebab akibat yang dengannya kita dapat menentukan masa depan kita sendiri melalui perbuatan-perbuatan kita sendiri, serta ajaran tentang tumimbal lahir.
    2. Pengertian benar dalam arti agama Buddha, terdiri atas: 1)Pengertian tentang apa perbuatan berjasa dan akar perbuatan berjasa, apa perbuatan tercela dan akar perbuatan tercela. 2) Pengertian bahwa gabungan lima faktor kehidupan (Skandha), yaitu : badan jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran, sebagai hal yang tidak kekal, menderita dan bukan pribadi. 3) Hukum timbul dan lenyapnya semua fenomena alam semesta yang berkondisi. 4) Pengertian tentang penderitaan dan sebab-sebab penderitaan, akhirnya penderitaan dan Jalan Utama Beruas Delapan yang membawa pada kahir penderitaan.
    1. Pengertian Benar yang luhur, yaitu kebijaksanaan atau penebusan mengenai hakekat kehidupan, yang dapat diperoleh melalui meditasi.
  1. Pikiran benar, yaitu menghentikan semua pikiran kkeserakahan, kebencian dan ketidak-tahuan, karena hal ini membawa kita untuk menambah kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka cita dan putus asa.
  2. Ucapan benar, yaitu menahan diri dari berbohong, mengadu domba, kata-kata kasar dan omong kosong.
  3. Perbuatan benar, yaitu menahan diri dari membunuh, mencuri, perbuatan kelamin yang tidak benar dan menahan diri dari minum-minuman keras yang memabukkan.
  4. Penghidupan Benar, berarti (1) tidak menjadi jagal, pemburu, nelayan, serdadu, algojo, peramal nasib, astrologi; (2) tidak menghasilkan dan menjual senjata, racun dan minuman-minuman keras yang memabukkan. Dengan kata lain, kita harus menjalankan kehidupan yang benar sehingga kita akan mengakibatkan penderitaan pada makhluk hidup apapun dan mencari nafkah dengan cara yang benar dan jujur.
  5. Usaha benar, terdiri atas empat bagian, yaitu:
    1. Mengatasi perbuatan-perbuatan dan pikiran tidak baik yang telah timbul, seperti layaknya seseorang yang berjuang untuk menghancurkan seekor ular berbisa.
    2. Mencegah timbulnya perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran tidak baik yang belum timbul, seperti layaknya seseorang yang berjuang untuk mencegah penyakit menular.
    3. Mempertahankan perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran baik yang telah timbul, seperti layaknya seseorang yang menyirami pohon buah-buahan miliknya.
    4. Mengembangkan perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran baik yang belum timbul, seperti layaknya seseorang yang menabur benih-benih yang baik.
  6. Perhatian Benar, terdiri atas empat bagian yaitu:
    1. Perenungan terhadap tubuh sebagai sesuatu yang menjijikkan.
    2. Perenungan terhadap perasaan sebagai hal yang menyakitkan.
    3. Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran sebagai hal yang tidak kekal.
    4. Perenungan terhadap fenomena (dharma) sebagai sesuatu yang bukan pribadi.
  7. Konsentrasi Benar, satu-satunya tujuan konsentrasi pikiran adalah ketenangan yang membawa kita ke visi yang jelas, dalam dan benar. Khonghucu telah menunjukkan dalam “Ajaran Besar”, bahwa “Perhatian dapat dicapai apabila kita berkonsentrasi. Ketenangan muncul setelah berkonsentrasi pikiran. Dalam ketanangan tersebut akan terdapat rasa damai. Dalam kedamaian tersebut, kita dapat merenungkan segala sesuatu dengan penuh perhatian. Sukses tentu akan tercapai kala kita merenungkan segala sesuatu dengan penuh perhatian”.
 Itulah semua bagian-bagian yang fundamental dari seluruh ajaran Sang Buddha.

KESADARAN AGUNG KEEMPAT

             Kemalasan akan membuat seseorang merosot. Seseorang harus selalu berjalan terus dengan sekuat tenaga untuk memperoleh kebijaksanaan. Hanya dengan cara ini ia akan menghancurkan semua kejahatan noda bathin dan mengatasi empat setan dan menguasai mereka, untuk keluar dari penjara lima faktor kehidupan yang merupakan kemelekatan.
           Ada enam kejahatan noda bathin dasar, sepuluh kejahatan noda bathin kecil, dua kejahatan noda bathin besar, dan delapan kejahatan noda bathin pokok. Seluruhnya ada dua puluh enam bagian kejahatan noda bathin (upakilesa). Pertama-tama, marilah noda bathin (upakilesa). Pertama-tama marilah kita menyebutkan satu persatu enam kejahatan noda bathin dasar, yaitu : hawa nafsu, kebencian, ketidaktahuan, kesombongan, keragu-raguan dan pandangan keliru. Semua ini merupakan kejahatan noda bathin dasar, karena mereka bagaikan akar-akar pohon.
            Kedua, sepuluh kejahatan noda bathin kecil, yaitu : 1. Kemarahan, 2. Rasa permusuhan, 3. Kejengkelan, 4. Kepura-puraan, 5. Ketidakjujuran, 5. Tipu Muslihat,7. Keangkuhan, 8. Kekejaman, 9. Iri Hati, 10. Mementingkan diri sendiri. Semua ini disebut kejahatan noda bathin kecill karena selalu terjadi sendiri-sendiri atau terpisah, dan nampak nyata dan menyolok.
            Ketiga, dua kejahatan noda bathin besar, yaitu : tidak memiliki rasa malu, kurang ajar. Kesemua ini disebut kejahatan noda bathin besar karena mempunyai pengaruh lebih besar dari pada kejahatan noda bathin kecil yang telah disebutkan di atas.
            Keempat, delapan kejahatan noda bathin pokok yaitu : tidak memiliki keyakinan, kemalasan, tidak memiliki perhatian, tidak waspada, teledor, pelupa, penilaian keliru, bingung. Semua ini dinamakan kejahatan noda bathin pokok, kerena mereka bukan saja merupakan sumber perbuatan tercela, tetapi juga merupakan sumber perbuatan tercela. Tetapi juga merupakan keadaan pikiran yang bukan berjasa ataupun tercela.
            Empat Setan adalah : Setan dari lima faktor kehidupan (Skandha) : rupa, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran, setan kematian, setan penderitaan, setan dunia samsara atau siklus kehidupan.

KESADARAN AGUNG KELIMA

            Ketidaktahuan mengakibatkan penderitaan, kelahiran dan kematian. Para pengikut jalan Bodhisattva harus selalu ingat untuk menimbun pengetahuan dengan belajar atau mendengar, demi mengembangkan kebijaksanaan mereka dan mempersiapkan kefasihan berbicara mereka untuk menyebarkan kitab-kitab suci agama Buddha kepada semua makhluk, memberikan mereka kebahagiaan yang besar.
            Dalam merenungkan mengenai asal kelahiran dan kematian, Guru Agung kita Sakyamuni Buddha menyadari bahwa ketidak tahuan adalah akar dari semua kejahatan. Karena itu, beliau khusus menganjurkan kepada mereka yang melaksanakan jalan Bodhisattva untuk berusaha memperoleh pengetahuan yang cukup dan kefasihan berbicara sebelum mereka mampu memimpin makhluk-makhluk hidup ke Jalan kebebasan dan memberi kebahagiaan yang besar kepada mereka.

KESADARAN AGUNG KEENAM

            Orang miskin kerap kali memupuk kebencian yang menimbulkan hubungan tidak baik dengan orang lain dimana saja. Dalam menjalankan amal (Dana), paramengikut jalan Bodhisattva harus memperlakukan musuh dan teman secara sama, dengan kadar cinta yang sama, tanpa kebencian apa pun atau rasa benci terhadap orang-orang jahat.
            Perbuatan amal (kemurahan hati) itu adalah pelepasan dan dengan amal kita dapat menghancurkan keserakahan. Keserakahan tidak dapat  dipadamkan. Makin banyak yang kita dapat, makin banyak yang kita inginkan. Seorang tukang giling yang mempunyai satu penggiling berusaha untuk mempunyai dua penggiling, dan seorang tukang giling yang mempunyai dua penggiling berjuang untuk mempunyai empat penggiling.
            Proses ini berjalan terus tanpa akhir. Hal yang sama juga terjadi pada pemilik pertambangan, hutan dan sumber minyak. Mereka berjuang untuk memperoleh harta yang lebih banyak, karena keserakahan tidak akan pernah dapat dipuaskan. Tetapi sebaliknya terdapat kepuasan dalam melaksanakan amal, yang merupakan kebalikan dari keserakahan. Apabila keserakahan dipadamkan, kita akan menikmati kedamaian pikiran.

Satu hal yang harus kita ingat disini adalah, apabila kita melaksanakan pemberian, kita harus tidak membedakan antara teman dan lawan. Dengan kemurahan hati kita memperlakukan mereka dengan tumpuan yang sama.
Ada tiga macam amal (kemurahan hati), yaitu :
  1. Pemberian persembahan-persembahan dibagi lagi menjadi dua macam :
    1. Pemberian anggota badan atau jiwa demi manfaat orang lain.
    2. Pemberian harta milik, seperti uang, pakaian, makanan, tempat menginap dan lain sebagainya.
  2. Pemberian pengetahuan, dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu :
    1. Pengetahuan duniawi, seperti mengajar orang membaca, menulis, menjahit, memperbaiki jembatan dan jalan dan lain sebagainya.
    2. Pengetahuan yang tidak dapat dilihat dan tidak dapat dijelaskan kepada dunia ini, seperti mengkhotbahkan ajaran Sang Buddha untuk membimbing makhluk-makhluk melakukan perbuatan-perbuatan berjasa serta menghindari perbuatan-perbuatan merugikan.
  3. Pemberian pertolongan dan bantuan dengan pengorbanan besar dan bebas dari rasa takut, seperti menyelamatkan orang yang sedang tenggelam, orang yang sedang dikejar musuh, disiksa peperangan, dibegal perampok, dikejar bnatang buas, terbakar dalam kebakaran dan lain sebagainya.

SUTRA DELAPAN KESADARAN AGUNG
Dengan anotasi

            Sutra atau kitab suci ini diajarkan oleh Guru kita Sakyamuni Buddha kepada umat awam sebelum Beliau mencapai Nirvana. Sesunggunya, setra ini merupakan ringkasan dari ajaran-ajaran pokok Beliau yang dikhotbahkan selama masa hidupNya. Maka sutra ini dapat dianggap sebagai warisan Beliau yang terakhir. Sutra ini memiliki ciri yang sama dengan Sutra Empat Puluh Dua bagian dan Maha Parinirvana Sutra, yang diajarkan oleh Sang Buddha khususnya bagi para Bhikkshu.
            Bentuk tulisan Sutra Delapan Kesadaran Agung ini agak berbeda dari sutra-sutra lainnya. Dalam sutra-sutra lain, biasanya kita dapati kata-kata: “Demikianlah yang telah kudengar” pada pembukaan, dan “Semuanya umat berbahagia dan pulang dengan hati gembira” pada penutup. Tetapi, semua ungkapan ini tidak didapati dalam sutra ini.

SUTRA DELAPAN KESADARAN AGUNG
YANG DIKHOTBAHKAN OLEH SAKYAMUNI BUDDHA

            Para siswa Sang Buddha, seharusnya membaca delapan ajaran di bawah ini siang dan malam dengan tekun dan kesungguhan hati, yang akan membawa para penganut agama Buddha Mahayana mencapai tingkat Penerangan (bodhi):
            Di Tiongkok, semua kitab suci agama Buddha dibagi menjadi dua kelompok, yaitu “Maha” dan “Hina”. Sutra Delapan Kesadaran Agung ini milik agama Buddha mazhab Mahayana, yang artinya sistem besar atau Aliran Utara, yang dianut oleh Tiongkok, Bhutan, Siklim, Nepal, Mongolia, Jepang, Korea sedangkan agama Buddha selatan ialah Hinayana, yang artinya Sistem kecil atau Aliran Selatan, dianut oleh Sri Lanka, Birma, Thailand dan Kampuchea.
            Catatan-catatan sejarah dua orang bhiksu Tiongkok yang terkenal (Fa Hsien dan Hsuan Chuang) yang dituliskan dalam buku perjalanan mereka ke India, masing-masing dari tahun 926-645 sesudah masehi, tertulis bahwa disana terdapat dua macam ajaran yang disebu Mahayana dan Hinayana, dan disana terdapat vihara-vihara dimana para bhiksu mempelajari salah satu ajaran tersebut ataupun  kedua-duanya.
            Meskipun bermacam-macam mazhab itu berbeda rumusan-rumusan ajarannya, namun kita dapat dengan mudah menemukan keyakinan-keyakinan yang sama diantara kesemuanya apabila kita benar-benar sebagai penganut agama Buddha. Keyakinan-keyakinan itu adalah
  1. Badan jasmani kotor dan menjijikkan
  2. Sensasi dan perasaan menyakitkan
  3. Pikiran tidak kekal
  4. Segala sesuatu saling bergantungan dan tidak memiliki hakekatnya sendiri
  5. Siklus lahir dan mati tidak pernah berhenti
  6. Hukum sebab akibat
  7. Nirvana, kebahagiaan mutlak
Sekarang marilah kita lihat perbedaaan antara mazhab Mahayana dan mazhab Hinayana :
  1. Tingkat Arhat adalah cita-cita tertinggi untuk dicapai oleh umat Buddha. Umat Buddha Mahayana tidak memperjuangkan tingkat Arhat. Mereka ingin menjadi Buddha atau paling tidak Bodhisattva.
  2. Seorang Arhat ingin menyelamatkan diri secara tergesa-gesa, tetapi seorang Bodhisattva yang memiliki kesabaran untuk menunggu, selalu berusaha untuk mencari kebijaksanaan (prajna) untuk menyelamatkan semua makhluk dalam dunia penderitaan ini.
  3. Dalam Hinayana tidak ada doa, ritus dan upacara. Dalam Mahayana terdapat ritus-ritus. Hinayana menganggap doa, ritus dan upacara merupakan hambatan besar bagi kesempurnaan, sedangkan Mahayana Berjuang untuk mencapai tingkat Bodhisattva dengan bergantung pada kekuatan para Buddha.

Terdapat gerakan di seluruh alam semesta, dari elektron yang kecil sampai dengan matahari yang paling besar. Semuanya adalah gerakan dari bentuk ke bentuk, seperti buih-buih pada sungai yang memercik, pecah dan lenyap. Tidak ada yang tetap di alam semesta. Kekekalan adalah suatu ilusi. Banyak hal nampak kekal karena hidup kita singkat sekali untuk dapat menyaksikan terjadinya perubahan-perubahan, atau karena perubahan-perubahan itu terlalu halus bagi kecerdasan yang masih belum berkembang. Demikianlah yang terjadi dalam dunia materi maupun dalam kehidupan bathin.
      Dalam bathin selalu terjadi perubahan, kesadaran tidak pernah sama dalam dua saat yang berurutan. Hal ini dapat dipastikan melalui berbagai percobaan dalam latihan meditasi. Bilamana kita mencoba berdasarkan metode-metode meditasi tertentu untuk menghentikan arus pikiran-pikiran kita dan mencapai suatu keadaan pikiran yang benar-benar diam, kita akan melihat betapa kesan-kesan hari ini dan ingatan-ingatan lama mengganggu dan mencegah konsentrasi.
      Demikian pula dalam kehidupan kita sehari-hari, perubahan dari bayi ke masa kenak-kanak, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan selanjutnya ke masa tua, kematian dna kehancuran.
      Ajaran tentang ketidak-langgengan menunjukkan kepada kita bagaimana mengandalikan hawa nafsu dan keinginan mementingkan diri sendiri. Dengan demikian kita dapat menghancurkan belenggu ketakutan dan kekhawatiran, duka cita dan putus asa. Adalah penting sekali menikmati kebahagiaan jasmani dan bathin.
      Empat unsur pokok (maha-bhuta) adalah tanah atau sifat padat, air atau sifat cair, api atau sifat panas, angin atau sifat bergerak.
      Unsur padat atau tanah dalam tubuh ada dua puluh macam yaitu :
  1. Rambut kepala.
  2. Rambut bahu
  3. Kuku
  4. Gigi
  5. Kulit
  6. Daging
  7. Otot-otot
  8. Tulang-tulang
  9. Sumsum
  10. Ginjal
  11. Jantung
  12. Hati
  13. Selaput dada
  14. Limpa kecil
  15. Paru-paru
  16. Usus besar
  17. Usus kecil
  18. Perut
  19. Kotoran
  20. Otak.

Unsur cair atau air dalam tubuh ada dua belas macam yaitu :
  1. Empedu
  2. Lendir
  3. Darah
  4. Nanah
  5. Keringat
  6. Lemak
  7. Air mata
  8. Minyak Tubuh
  9. Air Ludah
  10. Ingus
  11. Minyak persendian
  12. Air Seni.

Unsur api berarti panas yang makin besar ketika poencernaan sedang berlangsung dalam tubuh.
Unsur udara yang kita nafaskan selalu masuk dan keluar. Semua unsur pokok ini membentuk tubuh manusia. Apabila keempat unsur itu berada dalam keadaan selaras (harmonis) kita mampu untuk berjalan dan bekerja, kalau tidak demikian maka kita sakit.
Apabila keempat unsur tersebut berpisah dan meninggalkan tubuh kita, maka kita mati. Karena itu semua empat unsur dalam tubuh kita ini adalah menyakitkan dan kosong (tanpa inti). Hal ini bagaikan sebuah mimpi tentang berbagai khayalan yang dipertunjukkan oleh tukang sulap, dapat dibandingkan dengan bayang-bayang orang dibawah sinar lampu, atau gambar-gambar orang didalam sebuah sinar lampu, atau gambar-gambar orang didalam sebuah kaca besar, atau seperti gelembung-gelembung air. Kita tidak mempunyai penguasaan atas tubuh. Tubuh kita selalu berada dalam keadaan berubah.
      Manusia adalah suatu gabungan dari lima faktor kehidupan (skandha) yang berasal dari nafsu keinginan (tantha) yang berakar dalam ketidak-tahuan (avidya). Lima faktor keidupan itu adalah : badan jasmani (rupa), perasaan, pencerapan bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Manusia tidak lain hanyalah paduan dari lima faktor kehidupan ini semata. Dimanapun tidak dapat diketemukan suatu diri (aku) yang kekal dalam organisme tubuh.
      Seperti sebuah rumah yang tidak lain hanyalah suatu nama abungan yang diberikan pada genting, atap dan bagian-bagian lain yang berbeda : balok, Tanah liat, dinding, pintu, jendela, dan sebagainya, sewaktu digabungkan bersama. Tetapi apabila bagian-bagian yang berbeda dari rumah ini dipisahkan, yang tertinggal hanyalah rumah abstrak.
      Bilamana pikiran dikotori oleh ide-ide mementingkan diri sendiri, kita hanya akan memiliki pandangan-pandangan keliru tentang segala sesuatu; kita berpikir tentang tubuh saya, tubuh anda, pada hal sesungguhnya tubuh itu sama sekali bukan milik anda atau saya. Tubuh itu milik alam semesta. Faham mengenai milik pribadi atau kemelekatan semacam ini adalah akar dari semua ilusi dan penderitaan; dan selama faham ini berada pada pikiran kita, kita tidak dapat berhadap untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.
      Tidak ada aku atau milikku yang sesungguhnya. Hal itu bagaikan nyala api yang dihasilkan oleh gabungan gas-gas. Karena, nyala api itu tidak lain hanyalah sesuatu gejala yang terjadi akibat oksidasi yang cepat. Apabila kita ingin menjalani sesuatu kehidupan yang sempurna, kita harus menghancurkan pandangan ego yang mementingkan diri sendiri, yang menciptakan suatu rintangan antara diri kita dan orang lain.
      Ketidak langgengan, tidak nyatanya ego, penderitaan dan kekosongan adalah segi-segi pokok dari agama Buddha.
      Mengapa kelahiran kembali tidak diinginkan ? karena kelahiran kembali adalah pintu masuk dari segala bentuk penderitaan, yaitu : usia tua, penyakit, kematian, kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka cita dna putus asa. Kelahiran didahului oleh kematian, dan kematian didahului oleh kelahiran. Menurut agama Buddha, kematian adalah akhir kehidupan psycho/jasmani, akan tetapi bukan kemusnahan total.
      Dengan demikian kekuatan mental tetap tidak terganggu oleh kehancuran badan jasmani, dan berlalu (mati) dari kesadaran sekarang menuju pada munculnya badan jasmani pada kelahiran lain. Sama seperti sinar listrik yang merupakan perwujudan luar dari tenaga yang tidak terlihat. Bola lampunya mungkin saja pecah dan sinarnya padam, tetapi arusnya listrik tetap ada dan sinarnya dapat diproduksi kemabali dalam bola lampu lain. Disini, bola lampu dapat dibandingkan dengan sel orang tua dan tenaga listrik dengan kekuatan mental (gambaran ini) disiarkan dari penerbitan “Budhisme” oleh R.V.Narada).
      Apakah yang terjadi apabila seseorang meninggal dunia? Kekuatan nafsu keinginan orang yang meninggal itu tetap tinggal seperti listrik yang tetap ada sebagai suatu kekuatan. Apakah kekuatan selamanya adalah kekuatan. Kekuatan nafsu keinginan adalah kekuatan yang paling kuat di alam semesta, dan pada saat kematian kekuatan itu harus mengikuti hukum konservasi (hukum pemeliharaan) tanaga seperti semua kekuatan lain.
      Menurut ilmu fisika, sekali suatu kekuatan dilepaskan, kekuatan itu akan terus berlanjut sebagai suatu kekuatanm sampai bertemu dengan kekuatan yang berlawanan dan sama kuat untuk menetralkannya. Hal yang sama berlaku juga pada kekuatan nafsu keinginan. Hanya bilamana seseorang dengan jalan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan dapat mengembangkan kekuatan tanpa nafsu keinginan yang berlawanan dan sama kuat untuk menetralisir kekuatan nafsu keinginannya, maka barulah tidak akan ada kelahiran kembali baginya (Penjelasan ini diberikan oleh Rev. Lokanatha dalam sebuah ceramahnya di Universitas Rangon, 1951).
Contoh lain diberikan oleh Jinanda Nayaka Thera, dalam artikelnya yang berjudul “DOCTRINE OF REASON” dan diterbitkan dalam “Buddhist World”, Sri Lanka, 14 April 1954; dimana ditulis.
      “Proses kelahiran kembali dapat dibandingkan dengan pergantian bentuk sebuah gelombang dengan gelombang lain di samudra. Meskipun isi sebuah gelombang tidak beralih ke gelombang lain, akan tetapi gelombang yang belakangan seluruhnya tergantung pada keadaan gelombang menggambarkan apa yang pada umumnya kita kenal dengan nama kehidupan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar