KESADARAN AGUNG
PERTAMA
Ketidak-langgengan merupakan ciri
segala sesuatu di alam semesta. Alam semesta adalah berbahaya, rapuh serta
kotor serta dapat mengalami kehancuran. Badan jasmani yang diuraikan menjadi
empat unsur pokok (maha-bhuta) berpautan dengan penderitaan dan kekosongan
(Sunya). Gabungan lima faktor kehidupan (skandha) tidak memiliki suatu pribadi
(Ego) yang Nyata. Adalah merupakan suatu hukum bahwa segala sesuatu yang
berkondisi akan timbul dan lenyap.
Semuanya berada dalam keadaan
berubah dan lapuk. Sama sekali tidak ada penguasa atas badan jasmani dan
obyek-obyek duniawi. Karenanya, batin (pikiran) adalah akar kejahatan serta
melekat pada obyek-obyek duniawi dan tempat bersembunyinya kejahatan-kejahatan
dan dosa. Dengan melihat semua fenomena dari sudut ini, sedikit demi sedikit
kita akan membeaskan diri dari penderitaan kelahiran dan kematian.
KESADARAN AGUNG
KEDUA.
Keingainan yang berlebihan
membuahkan penderitaan. Penderitaan kelahiran dan kematian serta penderitaan
menjalani kehidupan yang melelahkan, semuanya adalah disebabkan oleh
keserakahan. Keinginan yang sedikit yang bebas dari nafsu membuat batin dan
jasmani kita tenang.
Sang Buddha dengan tegas
menganjurkan untuk menahan diri dari keserakahan, sebab keserakahan adalah
kutuk abadi. Menahan diri dari keserakahan adalah kesadaran akan fakta bahwa,
baik kesenangan duniawi (seperti :kekayaan, harta benda, reputasi, kemanjaan
yang berlebihan dalam makanan dan tidur) maupun obyek-obyek duniawi (seperti
yang dialami oleh persepsi terhadap rupa, bunyi, bau, rasa atau sentuhan),
semuanya adalah tidak nyata, tidak kekal dan kotor. Hal itu berarti tidak
mempunyai nafsu keinginan terhadap hal-hal tersebut.
Keserakahan yang membutakan mata
timbul melalui pikiran bahwa tubuh adalah indah. Apabila kita menyadari bahwa
tubuh adalah indah. Apabila kita penyadari bahwa tubuh adalah indah. Apabila
kita menyadari bahwa tubuh adalah kotor, maka keserakahan akan hilan untuk
selamanya.
KESADARAN AGUNG
KETIGA.
Ambisi-ambisi yang tidak pernah puas
hanya mencari pengejaran-pengejaran, yang dengan demikian menambah dosa-dosa.
Mereka yang melaksanakan jalan Bodhisattva tidak akan pernah berbuat demikian.
Mereka harus merasa puas dalam hati, dan sabar akan penderitaan dalam mengikuti
ajaran Snag Buddha. Mereka tidak mencari sesuatu apapun kecuali kebijaksanaan.
Apakah ajaran Sang Buddha itu ?
secara ringkas, ajaran Sang Buddha terdiri atas Empat Kebenaran Mulia yang
membawa pada pemusnahan nafsu keinginan dan ketidak-tahuan, mengatasi kelahiran
kembali, usia tua, penyakit, kematian, kesedihan, ratp tangis, kesakitan, duka
cita dan putus asa, mengakhiri seluruh tumpukan enderitaan ini, mencapai
kedamaian abadi, kebebasan dan keselamatan dari siklus kehidupan (samskara).
Guru agung kita mempelajari dunia
dan melihat bahwa yang ada hanyalah penderitaan belaka. Beliau menguraikan
sebab penderitaan dan memberikan resep untuk menghilangkan akar sebab
penderitaan dengan melaksanakan Jalan Utama Beruas Delapan itu? Yaitu:
- Pengertian Benar, yang dapat dibedakan dalam tiga tingkat :
- Pengertian Benar yang umum, terdiri atas : kasih sayang, cinta kasih dna keseimbangan batin, hukum sebab akibat yang dengannya kita dapat menentukan masa depan kita sendiri melalui perbuatan-perbuatan kita sendiri, serta ajaran tentang tumimbal lahir.
- Pengertian benar dalam arti agama Buddha, terdiri atas: 1)Pengertian tentang apa perbuatan berjasa dan akar perbuatan berjasa, apa perbuatan tercela dan akar perbuatan tercela. 2) Pengertian bahwa gabungan lima faktor kehidupan (Skandha), yaitu : badan jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran, sebagai hal yang tidak kekal, menderita dan bukan pribadi. 3) Hukum timbul dan lenyapnya semua fenomena alam semesta yang berkondisi. 4) Pengertian tentang penderitaan dan sebab-sebab penderitaan, akhirnya penderitaan dan Jalan Utama Beruas Delapan yang membawa pada kahir penderitaan.
- Pengertian Benar yang luhur, yaitu kebijaksanaan atau penebusan mengenai hakekat kehidupan, yang dapat diperoleh melalui meditasi.
- Pikiran benar, yaitu menghentikan semua pikiran kkeserakahan, kebencian dan ketidak-tahuan, karena hal ini membawa kita untuk menambah kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka cita dan putus asa.
- Ucapan benar, yaitu menahan diri dari berbohong, mengadu domba, kata-kata kasar dan omong kosong.
- Perbuatan benar, yaitu menahan diri dari membunuh, mencuri, perbuatan kelamin yang tidak benar dan menahan diri dari minum-minuman keras yang memabukkan.
- Penghidupan Benar, berarti (1) tidak menjadi jagal, pemburu, nelayan, serdadu, algojo, peramal nasib, astrologi; (2) tidak menghasilkan dan menjual senjata, racun dan minuman-minuman keras yang memabukkan. Dengan kata lain, kita harus menjalankan kehidupan yang benar sehingga kita akan mengakibatkan penderitaan pada makhluk hidup apapun dan mencari nafkah dengan cara yang benar dan jujur.
- Usaha benar, terdiri atas empat bagian, yaitu:
- Mengatasi perbuatan-perbuatan dan pikiran tidak baik yang telah timbul, seperti layaknya seseorang yang berjuang untuk menghancurkan seekor ular berbisa.
- Mencegah timbulnya perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran tidak baik yang belum timbul, seperti layaknya seseorang yang berjuang untuk mencegah penyakit menular.
- Mempertahankan perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran baik yang telah timbul, seperti layaknya seseorang yang menyirami pohon buah-buahan miliknya.
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran baik yang belum timbul, seperti layaknya seseorang yang menabur benih-benih yang baik.
- Perhatian Benar, terdiri atas empat bagian yaitu:
- Perenungan terhadap tubuh sebagai sesuatu yang menjijikkan.
- Perenungan terhadap perasaan sebagai hal yang menyakitkan.
- Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran sebagai hal yang tidak kekal.
- Perenungan terhadap fenomena (dharma) sebagai sesuatu yang bukan pribadi.
- Konsentrasi Benar, satu-satunya tujuan konsentrasi pikiran adalah ketenangan yang membawa kita ke visi yang jelas, dalam dan benar. Khonghucu telah menunjukkan dalam “Ajaran Besar”, bahwa “Perhatian dapat dicapai apabila kita berkonsentrasi. Ketenangan muncul setelah berkonsentrasi pikiran. Dalam ketanangan tersebut akan terdapat rasa damai. Dalam kedamaian tersebut, kita dapat merenungkan segala sesuatu dengan penuh perhatian. Sukses tentu akan tercapai kala kita merenungkan segala sesuatu dengan penuh perhatian”.
Itulah semua
bagian-bagian yang fundamental dari seluruh ajaran Sang Buddha.
KESADARAN AGUNG
KEEMPAT
Kemalasan akan membuat seseorang
merosot. Seseorang harus selalu berjalan terus dengan sekuat tenaga untuk
memperoleh kebijaksanaan. Hanya dengan cara ini ia akan menghancurkan semua
kejahatan noda bathin dan mengatasi empat setan dan menguasai mereka, untuk
keluar dari penjara lima faktor kehidupan yang merupakan kemelekatan.
Ada enam kejahatan noda bathin dasar,
sepuluh kejahatan noda bathin kecil, dua kejahatan noda bathin besar, dan
delapan kejahatan noda bathin pokok. Seluruhnya ada dua puluh enam bagian
kejahatan noda bathin (upakilesa). Pertama-tama, marilah noda bathin
(upakilesa). Pertama-tama marilah kita menyebutkan satu persatu enam kejahatan
noda bathin dasar, yaitu : hawa nafsu, kebencian, ketidaktahuan, kesombongan,
keragu-raguan dan pandangan keliru. Semua ini merupakan kejahatan noda bathin
dasar, karena mereka bagaikan akar-akar pohon.
Kedua, sepuluh kejahatan noda bathin
kecil, yaitu : 1. Kemarahan, 2. Rasa permusuhan, 3. Kejengkelan, 4.
Kepura-puraan, 5. Ketidakjujuran, 5. Tipu Muslihat,7. Keangkuhan, 8. Kekejaman,
9. Iri Hati, 10. Mementingkan diri sendiri. Semua ini disebut kejahatan noda
bathin kecill karena selalu terjadi sendiri-sendiri atau terpisah, dan nampak
nyata dan menyolok.
Ketiga, dua kejahatan noda bathin
besar, yaitu : tidak memiliki rasa malu, kurang ajar. Kesemua ini disebut
kejahatan noda bathin besar karena mempunyai pengaruh lebih besar dari pada
kejahatan noda bathin kecil yang telah disebutkan di atas.
Keempat, delapan kejahatan noda
bathin pokok yaitu : tidak memiliki keyakinan, kemalasan, tidak memiliki
perhatian, tidak waspada, teledor, pelupa, penilaian keliru, bingung. Semua ini
dinamakan kejahatan noda bathin pokok, kerena mereka bukan saja merupakan
sumber perbuatan tercela, tetapi juga merupakan sumber perbuatan tercela.
Tetapi juga merupakan keadaan pikiran yang bukan berjasa ataupun tercela.
Empat Setan adalah : Setan dari lima
faktor kehidupan (Skandha) : rupa, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran
dan kesadaran, setan kematian, setan penderitaan, setan dunia samsara atau
siklus kehidupan.
KESADARAN AGUNG
KELIMA
Ketidaktahuan mengakibatkan
penderitaan, kelahiran dan kematian. Para pengikut jalan Bodhisattva harus
selalu ingat untuk menimbun pengetahuan dengan belajar atau mendengar, demi
mengembangkan kebijaksanaan mereka dan mempersiapkan kefasihan berbicara mereka
untuk menyebarkan kitab-kitab suci agama Buddha kepada semua makhluk,
memberikan mereka kebahagiaan yang besar.
Dalam merenungkan mengenai asal
kelahiran dan kematian, Guru Agung kita Sakyamuni Buddha menyadari bahwa
ketidak tahuan adalah akar dari semua kejahatan. Karena itu, beliau khusus
menganjurkan kepada mereka yang melaksanakan jalan Bodhisattva untuk berusaha
memperoleh pengetahuan yang cukup dan kefasihan berbicara sebelum mereka mampu
memimpin makhluk-makhluk hidup ke Jalan kebebasan dan memberi kebahagiaan yang
besar kepada mereka.
KESADARAN AGUNG
KEENAM
Orang miskin kerap kali memupuk
kebencian yang menimbulkan hubungan tidak baik dengan orang lain dimana saja.
Dalam menjalankan amal (Dana), paramengikut jalan Bodhisattva harus
memperlakukan musuh dan teman secara sama, dengan kadar cinta yang sama, tanpa
kebencian apa pun atau rasa benci terhadap orang-orang jahat.
Perbuatan amal (kemurahan hati) itu
adalah pelepasan dan dengan amal kita dapat menghancurkan keserakahan.
Keserakahan tidak dapat dipadamkan.
Makin banyak yang kita dapat, makin banyak yang kita inginkan. Seorang tukang
giling yang mempunyai satu penggiling berusaha untuk mempunyai dua penggiling,
dan seorang tukang giling yang mempunyai dua penggiling berjuang untuk
mempunyai empat penggiling.
Proses ini berjalan terus tanpa
akhir. Hal yang sama juga terjadi pada pemilik pertambangan, hutan dan sumber
minyak. Mereka berjuang untuk memperoleh harta yang lebih banyak, karena
keserakahan tidak akan pernah dapat dipuaskan. Tetapi sebaliknya terdapat
kepuasan dalam melaksanakan amal, yang merupakan kebalikan dari keserakahan.
Apabila keserakahan dipadamkan, kita akan menikmati kedamaian pikiran.
Satu hal yang
harus kita ingat disini adalah, apabila kita melaksanakan pemberian, kita harus
tidak membedakan antara teman dan lawan. Dengan kemurahan hati kita
memperlakukan mereka dengan tumpuan yang sama.
Ada tiga macam
amal (kemurahan hati), yaitu :
- Pemberian persembahan-persembahan dibagi lagi menjadi dua macam :
- Pemberian anggota badan atau jiwa demi manfaat orang lain.
- Pemberian harta milik, seperti uang, pakaian, makanan, tempat menginap dan lain sebagainya.
- Pemberian pengetahuan, dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu :
- Pengetahuan duniawi, seperti mengajar orang membaca, menulis, menjahit, memperbaiki jembatan dan jalan dan lain sebagainya.
- Pengetahuan yang tidak dapat dilihat dan tidak dapat dijelaskan kepada dunia ini, seperti mengkhotbahkan ajaran Sang Buddha untuk membimbing makhluk-makhluk melakukan perbuatan-perbuatan berjasa serta menghindari perbuatan-perbuatan merugikan.
- Pemberian pertolongan dan bantuan dengan pengorbanan besar dan bebas dari rasa takut, seperti menyelamatkan orang yang sedang tenggelam, orang yang sedang dikejar musuh, disiksa peperangan, dibegal perampok, dikejar bnatang buas, terbakar dalam kebakaran dan lain sebagainya.
SUTRA DELAPAN
KESADARAN AGUNG
Dengan anotasi
Sutra atau kitab suci ini diajarkan
oleh Guru kita Sakyamuni Buddha kepada umat awam sebelum Beliau mencapai
Nirvana. Sesunggunya, setra ini merupakan ringkasan dari ajaran-ajaran pokok
Beliau yang dikhotbahkan selama masa hidupNya. Maka sutra ini dapat dianggap
sebagai warisan Beliau yang terakhir. Sutra ini memiliki ciri yang sama dengan
Sutra Empat Puluh Dua bagian dan Maha Parinirvana Sutra, yang diajarkan oleh
Sang Buddha khususnya bagi para Bhikkshu.
Bentuk tulisan Sutra Delapan
Kesadaran Agung ini agak berbeda dari sutra-sutra lainnya. Dalam sutra-sutra
lain, biasanya kita dapati kata-kata: “Demikianlah yang telah kudengar” pada
pembukaan, dan “Semuanya umat berbahagia dan pulang dengan hati gembira” pada
penutup. Tetapi, semua ungkapan ini tidak didapati dalam sutra ini.
SUTRA DELAPAN
KESADARAN AGUNG
YANG DIKHOTBAHKAN
OLEH SAKYAMUNI BUDDHA
Para siswa Sang Buddha, seharusnya
membaca delapan ajaran di bawah ini siang dan malam dengan tekun dan
kesungguhan hati, yang akan membawa para penganut agama Buddha Mahayana
mencapai tingkat Penerangan (bodhi):
Di Tiongkok, semua kitab suci agama
Buddha dibagi menjadi dua kelompok, yaitu “Maha” dan “Hina”. Sutra Delapan
Kesadaran Agung ini milik agama Buddha mazhab Mahayana, yang artinya sistem
besar atau Aliran Utara, yang dianut oleh Tiongkok, Bhutan, Siklim, Nepal,
Mongolia, Jepang, Korea sedangkan agama Buddha selatan ialah Hinayana, yang
artinya Sistem kecil atau Aliran Selatan, dianut oleh Sri Lanka, Birma,
Thailand dan Kampuchea.
Catatan-catatan sejarah dua orang
bhiksu Tiongkok yang terkenal (Fa Hsien dan Hsuan Chuang) yang dituliskan dalam
buku perjalanan mereka ke India, masing-masing dari tahun 926-645 sesudah
masehi, tertulis bahwa disana terdapat dua macam ajaran yang disebu Mahayana
dan Hinayana, dan disana terdapat vihara-vihara dimana para bhiksu mempelajari
salah satu ajaran tersebut ataupun
kedua-duanya.
Meskipun bermacam-macam mazhab itu
berbeda rumusan-rumusan ajarannya, namun kita dapat dengan mudah menemukan
keyakinan-keyakinan yang sama diantara kesemuanya apabila kita benar-benar
sebagai penganut agama Buddha. Keyakinan-keyakinan itu adalah
- Badan jasmani kotor dan menjijikkan
- Sensasi dan perasaan menyakitkan
- Pikiran tidak kekal
- Segala sesuatu saling bergantungan dan tidak memiliki hakekatnya sendiri
- Siklus lahir dan mati tidak pernah berhenti
- Hukum sebab akibat
- Nirvana, kebahagiaan mutlak
Sekarang marilah
kita lihat perbedaaan antara mazhab Mahayana dan mazhab Hinayana :
- Tingkat Arhat adalah cita-cita tertinggi untuk dicapai oleh umat Buddha. Umat Buddha Mahayana tidak memperjuangkan tingkat Arhat. Mereka ingin menjadi Buddha atau paling tidak Bodhisattva.
- Seorang Arhat ingin menyelamatkan diri secara tergesa-gesa, tetapi seorang Bodhisattva yang memiliki kesabaran untuk menunggu, selalu berusaha untuk mencari kebijaksanaan (prajna) untuk menyelamatkan semua makhluk dalam dunia penderitaan ini.
- Dalam Hinayana tidak ada doa, ritus dan upacara. Dalam Mahayana terdapat ritus-ritus. Hinayana menganggap doa, ritus dan upacara merupakan hambatan besar bagi kesempurnaan, sedangkan Mahayana Berjuang untuk mencapai tingkat Bodhisattva dengan bergantung pada kekuatan para Buddha.
Terdapat gerakan di seluruh alam semesta, dari elektron yang kecil sampai
dengan matahari yang paling besar. Semuanya adalah gerakan dari bentuk ke
bentuk, seperti buih-buih pada sungai yang memercik, pecah dan lenyap. Tidak
ada yang tetap di alam semesta. Kekekalan adalah suatu ilusi. Banyak hal nampak
kekal karena hidup kita singkat sekali untuk dapat menyaksikan terjadinya
perubahan-perubahan, atau karena perubahan-perubahan itu terlalu halus bagi
kecerdasan yang masih belum berkembang. Demikianlah yang terjadi dalam dunia
materi maupun dalam kehidupan bathin.
Dalam bathin selalu terjadi
perubahan, kesadaran tidak pernah sama dalam dua saat yang berurutan. Hal ini
dapat dipastikan melalui berbagai percobaan dalam latihan meditasi. Bilamana
kita mencoba berdasarkan metode-metode meditasi tertentu untuk menghentikan
arus pikiran-pikiran kita dan mencapai suatu keadaan pikiran yang benar-benar
diam, kita akan melihat betapa kesan-kesan hari ini dan ingatan-ingatan lama
mengganggu dan mencegah konsentrasi.
Demikian pula dalam kehidupan
kita sehari-hari, perubahan dari bayi ke masa kenak-kanak, dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa dan selanjutnya ke masa tua, kematian dna
kehancuran.
Ajaran tentang
ketidak-langgengan menunjukkan kepada kita bagaimana mengandalikan hawa nafsu
dan keinginan mementingkan diri sendiri. Dengan demikian kita dapat
menghancurkan belenggu ketakutan dan kekhawatiran, duka cita dan putus asa.
Adalah penting sekali menikmati kebahagiaan jasmani dan bathin.
Empat unsur pokok (maha-bhuta)
adalah tanah atau sifat padat, air atau sifat cair, api atau sifat panas, angin
atau sifat bergerak.
Unsur padat atau tanah dalam
tubuh ada dua puluh macam yaitu :
- Rambut kepala.
- Rambut bahu
- Kuku
- Gigi
- Kulit
- Daging
- Otot-otot
- Tulang-tulang
- Sumsum
- Ginjal
- Jantung
- Hati
- Selaput dada
- Limpa kecil
- Paru-paru
- Usus besar
- Usus kecil
- Perut
- Kotoran
- Otak.
Unsur cair atau air dalam tubuh ada dua belas macam yaitu :
- Empedu
- Lendir
- Darah
- Nanah
- Keringat
- Lemak
- Air mata
- Minyak Tubuh
- Air Ludah
- Ingus
- Minyak persendian
- Air Seni.
Unsur api berarti panas yang makin besar ketika poencernaan sedang
berlangsung dalam tubuh.
Unsur udara yang kita nafaskan selalu masuk dan keluar. Semua unsur pokok
ini membentuk tubuh manusia. Apabila keempat unsur itu berada dalam keadaan
selaras (harmonis) kita mampu untuk berjalan dan bekerja, kalau tidak demikian
maka kita sakit.
Apabila keempat unsur tersebut berpisah dan meninggalkan tubuh kita, maka
kita mati. Karena itu semua empat unsur dalam tubuh kita ini adalah menyakitkan
dan kosong (tanpa inti). Hal ini bagaikan sebuah mimpi tentang berbagai
khayalan yang dipertunjukkan oleh tukang sulap, dapat dibandingkan dengan
bayang-bayang orang dibawah sinar lampu, atau gambar-gambar orang didalam
sebuah sinar lampu, atau gambar-gambar orang didalam sebuah kaca besar, atau
seperti gelembung-gelembung air. Kita tidak mempunyai penguasaan atas tubuh.
Tubuh kita selalu berada dalam keadaan berubah.
Manusia adalah suatu gabungan
dari lima faktor kehidupan (skandha) yang berasal dari nafsu keinginan (tantha)
yang berakar dalam ketidak-tahuan (avidya). Lima faktor keidupan itu adalah :
badan jasmani (rupa), perasaan, pencerapan bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran.
Manusia tidak lain hanyalah paduan dari lima faktor kehidupan ini semata.
Dimanapun tidak dapat diketemukan suatu diri (aku) yang kekal dalam organisme
tubuh.
Seperti sebuah rumah yang tidak
lain hanyalah suatu nama abungan yang diberikan pada genting, atap dan
bagian-bagian lain yang berbeda : balok, Tanah liat, dinding, pintu, jendela,
dan sebagainya, sewaktu digabungkan bersama. Tetapi apabila bagian-bagian yang
berbeda dari rumah ini dipisahkan, yang tertinggal hanyalah rumah abstrak.
Bilamana pikiran dikotori oleh
ide-ide mementingkan diri sendiri, kita hanya akan memiliki pandangan-pandangan
keliru tentang segala sesuatu; kita berpikir tentang tubuh saya, tubuh anda,
pada hal sesungguhnya tubuh itu sama sekali bukan milik anda atau saya. Tubuh
itu milik alam semesta. Faham mengenai milik pribadi atau kemelekatan semacam
ini adalah akar dari semua ilusi dan penderitaan; dan selama faham ini berada
pada pikiran kita, kita tidak dapat berhadap untuk melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya.
Tidak ada aku atau milikku yang
sesungguhnya. Hal itu bagaikan nyala api yang dihasilkan oleh gabungan gas-gas.
Karena, nyala api itu tidak lain hanyalah sesuatu gejala yang terjadi akibat
oksidasi yang cepat. Apabila kita ingin menjalani sesuatu kehidupan yang
sempurna, kita harus menghancurkan pandangan ego yang mementingkan diri
sendiri, yang menciptakan suatu rintangan antara diri kita dan orang lain.
Ketidak langgengan, tidak
nyatanya ego, penderitaan dan kekosongan adalah segi-segi pokok dari agama
Buddha.
Mengapa kelahiran kembali tidak
diinginkan ? karena kelahiran kembali adalah pintu masuk dari segala bentuk
penderitaan, yaitu : usia tua, penyakit, kematian, kesedihan, ratap tangis,
kesakitan, duka cita dna putus asa. Kelahiran didahului oleh kematian, dan
kematian didahului oleh kelahiran. Menurut agama Buddha, kematian adalah akhir
kehidupan psycho/jasmani, akan tetapi bukan kemusnahan total.
Dengan demikian kekuatan mental
tetap tidak terganggu oleh kehancuran badan jasmani, dan berlalu (mati) dari
kesadaran sekarang menuju pada munculnya badan jasmani pada kelahiran lain.
Sama seperti sinar listrik yang merupakan perwujudan luar dari tenaga yang
tidak terlihat. Bola lampunya mungkin saja pecah dan sinarnya padam, tetapi
arusnya listrik tetap ada dan sinarnya dapat diproduksi kemabali dalam bola
lampu lain. Disini, bola lampu dapat dibandingkan dengan sel orang tua dan
tenaga listrik dengan kekuatan mental (gambaran ini) disiarkan dari penerbitan
“Budhisme” oleh R.V.Narada).
Apakah yang terjadi apabila
seseorang meninggal dunia? Kekuatan nafsu keinginan orang yang meninggal itu
tetap tinggal seperti listrik yang tetap ada sebagai suatu kekuatan. Apakah
kekuatan selamanya adalah kekuatan. Kekuatan nafsu keinginan adalah kekuatan
yang paling kuat di alam semesta, dan pada saat kematian kekuatan itu harus
mengikuti hukum konservasi (hukum pemeliharaan) tanaga seperti semua kekuatan
lain.
Menurut ilmu fisika, sekali
suatu kekuatan dilepaskan, kekuatan itu akan terus berlanjut sebagai suatu
kekuatanm sampai bertemu dengan kekuatan yang berlawanan dan sama kuat untuk
menetralkannya. Hal yang sama berlaku juga pada kekuatan nafsu keinginan. Hanya
bilamana seseorang dengan jalan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan dapat
mengembangkan kekuatan tanpa nafsu keinginan yang berlawanan dan sama kuat
untuk menetralisir kekuatan nafsu keinginannya, maka barulah tidak akan ada
kelahiran kembali baginya (Penjelasan ini diberikan oleh Rev. Lokanatha dalam
sebuah ceramahnya di Universitas Rangon, 1951).
Contoh lain diberikan oleh Jinanda Nayaka Thera, dalam artikelnya yang
berjudul “DOCTRINE OF REASON” dan diterbitkan dalam “Buddhist World”, Sri
Lanka, 14 April 1954; dimana ditulis.
“Proses kelahiran kembali dapat
dibandingkan dengan pergantian bentuk sebuah gelombang dengan gelombang lain di
samudra. Meskipun isi sebuah gelombang tidak beralih ke gelombang lain, akan
tetapi gelombang yang belakangan seluruhnya tergantung pada keadaan gelombang
menggambarkan apa yang pada umumnya kita kenal dengan nama kehidupan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar