Senin, 07 Maret 2011

Organisasi Kepemudaan Buddhis Sebagai Wahana Keperdulian Dalam Melestarikan Buddha Dharma.


Generasi muda merupakan tulang punggung suatu bangsa yang akan melanjutkan perjuangan suatu negara dalam mencapai cita-citanya. Karena itu dengan memiliki generasi muda yang berpotensi, berkualitas, berdedikasi tinggi dan penuh tanggung jawab, adalah merupakan suatu kekayaan yang sangat berharga bagi suatu negara.

Tak berbeda jauh dengan uraian di atas, maka sebenarnya dalam ruang lingkup yang lebih sempit generasi mudapun mempunyai andil yang cukup besar dalam melestarikan suatu agama, tidak terkecuali Buddha-Dharma. Generasi muda Budhis, baik disadari ataupun tidak disadari, mempunyai tanggung jawab moral untuk melestarikan Buddha-Dharma.

Dalam upaya untuk melestarikan Buddha Dharma, ada dua faktor yang dapat dikembangkan oleh para pemuda, yaitu meliputi internal dan faktor eksternal.

1.      Pengembangan Faktor Internal
Pengembangan faktor internal ini berkenaan dengan jiwa, semangat, kesadaran dan motivasi dari dalam diri sendiri untuk melibatkan diri dengan segala kegiatan Buddha-Dharma.

Faktor internal adalah faktor yang mendasar, karena ibarat sebuah mesin, maka faktor internal ini merupakan suatu generator penggerak yang membangkitkan energi sehingga mesin dapat menjalan fungsinya sebagaimana mestinya.

Untuk melestarikan Buddha-Dharma, langkah pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan mempelajari Dharma, berusaha untuk memahami, menghayati dan akhirnya berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dharma, ajaran Sang Buddha, yang mengandung kebenaran sejati dan begitu agung merupakan ”rem” ampuh yang dapat mengendalikan perbuatan kita. Karena hukum karma menyatakan bahwa segala perbuatan kita akan menghasilkan akibat sesuai dengan apa yang kita perbuat.

Apabila setiap generasi muda Buddhis telah berhasil mengembangkan faktor internal ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa generasi muda Buddhis yang terbentuk adalah merupakan generasi yang benar-benar tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan, berdedikasi tinggi, dan memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap perkembangan agama Buddha pada khususnya, dan terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara pada umumnya.
2.      Pengembangan faktor eksternal
Faktor eksternal ini merupakan hal-hal di luar individu yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melestarikan Buddha-Dharma yang digunakan sebagai alat dalam menyebarkan Dharma di lingkungan masyarakat.

Generasi muda Buddhis dapat lebih berperan secara nyata apabila ia bergabung dalam suatu organisasi Buddhis. Hal ini dikarenakan semua faktor-faktor eksternal yang merupakan sarana untuk menyebarkan dan melestarikan Buddha-Dharma, pada dasarnya telah tercakup di dalam eksistensi suatu generasi Buddhis. Dalam organisasi segala sesuatunya telah diatur sedemikian rupa sehingga para generasi muda dapat mengabdikan dirinya sesuai dengan bidangnya. Dalam organisasi telah ditetapkan sejumlah program kerja yang harus dilaksanakan oleh setiap seksi.

Organisasi Buddhis mengemban beban yang cukup berat dalam upaya menyebarkan serta melestarikan Dharma, namun demikian harus juga disadari bahwa organisasi kepemudaan Buddhis tidak harus hanya memfokuskan diri pada hal-hal yang bersifat terlalu religius, mengingat perkembangan jiwa muda yang membutuhkan sejumlah hiburan dan kebebasan dalam berkarya dan berkreasi. Karena itulah dalam organisasi ini ditetapkan juga bidang-bidang lainnya, seperti seksi olahraga dan kesenian, sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Buddha Dharma dan bermanfaat bagi generasi muda. Berkenan dengan misi organisasi kepemudaan Buddhis dalam melestarikan dan menyebarkan Dharma, bidang yang memegang peranan yang cukup penting adalah bidang pendidikan dan kerohanian, karena bidang ini berkaitan secara langsung dengan Dharma. Berkaitan dengan itu, program-program yang pada umumnya diselenggarakan oleh seksi pendidikan dalam setiap organisasi adalah sebagai berikut:
  1. Menyelenggarakan Sekolah Minggu Buddhis
Sekolah minggu merupakan suatu sarana yang efektif dalam mengenalkan Buddha-Dharma kepada adik-adik kita, apalagi mengingat pentingnya pendidikan Agama Buddha sejak usia dini. Melalui sarana ini sedikit demi sedikit kita dapat menanamkan keyakinan pada adik-adik kita mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan agama Buddha. Melalui sekolah minggu, para pembina berusaha untuk mengarahkan anak-anak pada perbuatan yang benar dengan mengajarkan pelajaran agama Buddha yang sesuai dengan taraf pemikiran sang anak. Hal ini dilakukan dengan harapan agar anak-anak menjadi tahu dan mengerti tentang agama yang dianutnya sehingga anak-anak memiliki moral dan budi pekerti yang luhur.
  1. Membentuk Dharma Class
Kebutuhan akan pelajaran agama, bukan hanya didominasi oleh anak-anak, justru harus pula kita akui bahwa masih banyak terdapat kaum muda, baik itu remaja maupun dewasa, bahkan orang tua yang belum mempunyai pengertian yang benar tentang agama Buddha. Mereka sering kali merasa bingung terhadap selentingan yang tidak bertanggung jawab, yang kerap kali menilai agama Buddha sebagai agama yang kolot dan irasional. Terlebih lagi banyak literatur yang memuat ajaran Sang Buddha yang terkadang terkesan menyampaikan informasi yang kontradiksi satu sama lainnya. Tentu saja perbedaan-perbedaan pandangan dalam penyampaian informasi ini dapat membingungkan kita yang belum mengerti sepenuhnya akan ajaran Sang Buddha. Di sinilah arti penting dari pembentukan Dhamma Class bagi kita, karena melalui Dhamma Class kita dapat mengemukakan dan mendiskusikan segala permasalahan yang ada, ada bersama-sama mencari jalan keluarnya. Dengan demikian diharapkan melalui Dhamma Class ini kita dapat memperluas cakrawala pemikiran serta pengetahuan kita akan Buddha Dharma.

Sebaliknya, tidak berbeda halnya dengan seksi pendidikan maka seksi kerohanianpun memegang peranan yang cukup penting dalam proses pengembangan agama Buddha. Program-program yang menjadi fokus perhatian seksi ini antara lain:
1)      Menyelenggarakan kebaktian atau upacara-upacara ritual keagamaan
Kebaktian yang dilaksanakan meliputi kebaktian rutin yang diselenggarakan setiap minggu serta kebaktian-kebaktian dalam rangka memperingati hari raya agama Buddha, seperti kebaktian Hari Metta, Magha Puja, Waisak, Asadha dan Khatina. Dengan menyelenggarakan kebaktian ini kita dapat meningkatkan Saddha serta Bhakti kita pada Sang Buddha, selain dari pada itu secara langsung maupun tidak langsung selama proses pelaksanaan kebaktian itu, tanpa kita sadari kita telah menggalang rasa persatuan, kesatuan, kekeluargaan dan rasa persaudaraan diantara umat Buddha. Ditambah lagi dalam setiap kebaktian disertai pula dengan suatu Dhammadesana, yang merupakan pembabaran Dharma, yang dapat membantu umat dalam memahami hakikat Dhamma.
2)      Mengadakan program pelatihan Dhamma Duta
Dhammadesana bukanlah semata-mata monopoli generasi tua. Namun demikian kita harus akui bahwa Dhammaduta masih didominasi oleh generasi tua yang lebih berpengalaman dibanding kawula muda. Suatu hal yang harus kita catat adalah bahwa semakin banyak Dhammaduta yang berkualitas yang kita miliki, maka eksistensi agama Buddha akan semakin kokoh. Karena itulah salah satu tugas yang harus dijalankan oleh seksi kerohanian ini adalah mencari bibit-bibit yang potensial untuk dibina menjadi seorang Dhammaduta yang baik.
3)      Mengadakan Pekan Penghayatan Dhamma
Program ini bertujuan untuk melatih para generasi muda untuk menghayati dan mengamalkan Dhamma secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terbentuk para pemuda yang menhadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai umat Buddha.

Sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya masih sedikit generasi muda Buddhis yang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi Buddhis. Walaupun terjadi kenaikan, namun masih belum begitu menggembirakan. Karena itu wahai generasi muda, dimanapun engkau berada, bangkitlah dan songsonglah tanggung jawabmu. Curahkanlah tenaga dan pikiranmu demi kelestarian Buddha Dharma.

2 komentar: