(Unggul dalam memahami kesunyaan)
Benda-benda yang lenyap
Pada suatu hari Subhuti dilahirkan, benda-benda di rumah, seperti tempat tidur, meja, dan kursi, semuanya mendadak lenyap. Tiga hari kemudian, benda-benda tersebut muncul kembali dan semuanya kembali seperti sedia kala. Anggota keluarganya sangat bingung. Mereka pergi bertanya kepada peramal dan sang peramal mengatakan, “Anak bukan orang biasa. Pada masa yang akan datang, kebijaksanaannya akan seluas alam semesta.”
Sang peramal memberinya nama “Subhuti”; artinya “lahirnya dari kekosongan” atau “baik dan membawa berkah”. Karena benda-benda di rumah lenyap saat ia dilahirkan, jadi ia “lahirkan dari kekosongan.” Karena ia akan memiliki keyakinan dalam Dhamma pada masa depan dan membawa kebahagiaan kepada anggota kepadanya, kelahirannya adalah sesuatu yang “baik dan membawa berkah.”
Keluarga Subhuti sangat kaya. Kebanyakan orang yang kaya akan memandang remeh orang miskin, tetapi Subhuti suka membantu kaum miskin sejak muda. Ia mengambil emas, perak, dan barang berharga lainnya di rumah dan memberikannya kepada orang miskin, tanpa menyesal sedikitpun.
Buddha datang
Subhuti suka menyelidiki ajaran-ajaran agama dan ia banyak belajar tentang masalah kehidupan. Ia sering berkata kepada ayahnya, “saya telah memiliki pengetahuan yang baik tentang kebenaran hidup. Jika tidak ada orang bijak yang muncul di dunia ini, lalu siapa yang dapat berdiskusi masalah kehidupan denganku?”
Suatu hari, Buddha datang ke kampung halaman Subhuti untuk mengajarkan Dharma. Sebelumnya tidak pernah ada pengaruh yang begitu besar di tempat itu. Banyak orang yang menjadi umat Buddha; banyak juga yang menjadi bhikkhu.
Subhuti berpikir, “Apa hebatnya Buddha ini? Dibandingkan diriku, ia cuma orang biasa!”
Bagaimanapun, Subhuti juga bingung, “Jika Buddha hanya orang biasa, kenapa begitu banyak orang yang yakin kepada ajaranNya?” oleh karenanya, Subhuti memutuskan untuk pergi dan menemui Buddha secara pribadi, untuk mencari tahu seberapa hebatkah Buddha itu.
Pada waktu itu Buddha sedang memberikan ceramah. Ada ribuan orang yang duduk di sana, mendengarkan ceramah. Ketika Subhuti melihat ketenangan dan penampilan Buddha yang penuh kasih, ia sangat terpesona. Setelah mendengarkan ajaran Buddha dengan cermat, ia menjadi makin mengagumi dan menghormati Buddha.
Ketika Buddha telah menyelesaikan ceramahnya, Subhuti meminta dengan sungguh-sungguh, “Buddha, terimalah saya sebagai siswa anda.” Buddha menyambut dengan gembira dan kemudian Subhuti menjadi bhikkhu.
unggul dalam memahami ajaran kesunyaan
ada naskah Buddhis yang sangat penting dan terkenal, yaitu “Sutra Permata”. Ketika Buddha membabarkan sutta ini, Subhuti sangat penuh perhatian. Ia juga mengajukan beberapa pertanyaan tentang ajaran ini dan membahasnya dengan Buddha dalam banyak kesempatan.
Sutta Permata berisikan ajaran tentang “Kesunyaan/kekosongan.” Ini berarti bahwa segala sesuatu di dunia ada karena kombinasi sementara antara sebab dan kondisi. Contohnya, sebuah mobil adalah rakitan dari banyak suku cadang. Jika suku cadang dipisahkan satu dari lainnya, mobil tersebut tidak akan ada lagi.
Sama halnya dengan manusia. Kita terdiri dari bagian-bagian seperti rambut, otot, dan bagian lainnya. Lebih tepatnya, manusia terdiri berbagai sel. Jika sel-sel ini dipisahkan, manusia ini tidak akan ada lagi. Subhuti memiliki pengertian yang baik tentang hal ini, jika ketika orang memarahinya, ia akan berpikir, “Kita semua terdiri dari sel-sel. Tidak ada “Engkau” yang nyata atau “Aku” yang nyata sama sekali, sehingga tidak ada “engkau”yang memarahiku, tidak ada “aku” yang memarahimu.” Oleh karena itu, apapun yang terjadi, Subhuti tidak pernah marah sama sekali.
Pengembangan diri yang terbaik
Subhuti memiliki sifat yang baik. Ia dapat menjalani masa-masa sulit dan sangat giat bekerja. Ia memiliki cinta kasih dan belas kasih, serta senantiasa tersenyum. Karena itu, Buddha sering memuji Subhuti, “Latihan spiritualmu sangat hebat. Engkau tidak pernah marah kepada siapapun. Engkau juga tidak mencari kesenangan dan kenyamanan. Sebenarnya, engkau telah membuktikan bahwa rasa berkecukupan membawa kebahagiaan.”
“Buddha, saya tidak cukup layak untuk menerima pujian seperti itu. Saya hanya mengikuti ajaran Buddha dan mempraktikkannya dengan diam. Saya tidak pernah berani memandang tinggi diri sendiri atau bahkan memandang remeh orang lain hanya karena saya memiliki sedikit pencapaian,” kata Subhuti dengan rendah hati.
Setiap orang makin menghormati Subhuti karena sifat rendah hatinya.
Khusus meminta dana dari orang kaya
Walaupun Subhuti tidak mencari kesenangan dan kenyamanan dan dapat menjalani kesulitan, pada waktu makan setiap hari, ia keluar dari gerbang vihara dengan mangkuknya dan dengan sengaja menuju ke rumah besar dan indah untuk menerima dana dari orang kaya. Subhuti tidak pernah meminta dana dari orang miskin.
Beberapa orang sangat penasaran dan bertanya kepadanya, “kenapa engkau khusus menghampiri orang kaya untuk dana?”
“Orang kaya menikmati hidup yang nyaman. Mereka memiliki kemampuan untuk memberikan dana kepada kita. Jika kita meminta dana dari orang miskin, bukankah itu akan membuat hidup mereka semakin susah?” jawab Subhuti.
Ketika Buddha mengetahui hal ini, beliau memberitahu Subhuti, “orang menjadi miskin pada kehidupan ini adalah akibat dari kekikirannya pada kehidupan yang lampau. Kita tidak seharusnya meminta dana hanya dari orang kaya. Kita seharusnya juga memberikan kesempatan kepada orang miskin untuk membuat persembahan kepada Sangha. Dengan melakukan hal yang begitu baik, mereka akan memiliki hasil yang baik pada masa depan.” Buddha kemudian meminta Subhuti untuk memperbaiki caranya meminta dana.” Kita seharusnya menerima persembahan dari semuanya, tanpa melihat apakah mereka kaya atau miskin.”
Semenjak itu, Subhuti mengubah kebiasaannya. Ia menerima dana makanan dari rumah manapun yang dilaluinya. Ia tidak lagi membedakan antara yang kaya dan yang miskin. Walaupun apa yang dahulu dilakukan Subhuti dengan mencari dana hanya dari orang kaya tidaklah sesuai dengan praktik Buddhis mengenai kesetaraan, tetapi maksudnya adalah baik dan penuh belas kasih. Kita dapat melihat betapa ia bersimpati dengan orang miskin!
Dimandikan bunga surgawi
Subhuti berlatih dengan rajin setiap hari. Ia sering mendaki Gunung Gijjhakuta sendirian untuk bermeditasi dan menguncarkan nama Buddha.
Suatu hari, Subhuti memasuki meditasi mendalam. Ia mencapai ketenangan batin yang sangat dalam, seperti telaga tanpa riak. Banyak makhluk surgawi melihat kebaikan dan kelembutan Subhuti, yang mempraktikkan Dhamma dengan tekun. Mereka sangat mengagumi dan menghormati Subhuti, lalu mereka memandikannya dan bunga-bunga harum. Bunga-bunga surgawi ini berjatuhan di depan Subhuti.
“Yang Mulia Subhuti, engkau telah mencapai tingkat tinggi latihan, Kepribadianmu yang agung bersinar seperti cahaya bulan dan matahari di istana surgawi. Terimalah pujian dan salam kami,” dewa-dewa memuji Subhuti dengan penuh hormat.
“Terima kasih atas pujiannya. Semoga bunga-bunga yang indah dan harum ini memenuhi surga dan alam manusia sehingga semua makhluk ikut menikmati kebahagiaan ini.”
Suatu kali, Subhuti jatuh sakit. Dewa-dewa datang kembali. Mereka memainkan musik yang indah untuk menghibur Subhuti. Mereka menyanyikan lagu yang merdu untuk memberinya semangat.
Subhuti sangat berterima kasih kepada mereka dan berkata, “ini hanya penyakit ringan. Tidak perlu merepotkan kalian semua untuk datang menjenguk saya. Semoga semua makhluk ikut bahagia dengan lagu dan musik yang indah ini.”
Niat mendalam Subhuti untuk belajar dan kepribadiannya yang luhur sangat dihormati, bahkan dewa-dewa terus perduli dengan kesejahteraannya. Tetap saja Subhuti sangat rendah hati dan penuh kasih. Ia tidak menikmati bunga-bunga indah dan lagu-lagu merdu sendirian, tetapi ia selalu membagi kebahagiaan dengan yang lain.
Bhikkhu Subhuti yang terhormat, kami akan selalu menyanyikan lagu pujian untukmu! Kami akan selalu menghormat dan memujamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar