Selasa, 08 Maret 2011

NAGARJUNA SANG BODHISATTVA

OM MANI PADME HUM


Oleh:
 Maha Acarya Liansheng Huofo Lu Shen Yen


Nagarjuna adalah patriarch dari 9 aliran exoterik dan esoterik. Beliau lahir 700 tahun sesudah Sang Buddha Parinirvana. Beliau adalah murid dari Yang Arya Kapimala, dan Kapimala sendiri adalah murid dari Asvaghosa. Sebagaimana kita ketahui Nagarjuna yang juga guru dari Kanadeva/Devabodhisattva adalah orang yang datang ke “Istana Naga” untuk mendapatkan “Maha Avatamsaka Sutra”, beliau pulalah orang yang pertama kali membabarkan ajaran-ajaran esoteris (Tantra) di negeri India bagian selatan. Saya sangat tertarik pada sebab-musabab dari latar belakang Nagarjuna sehingga ia memilih jalan hidup sebagai seorang biarawan. Dalam biografi Nagarjuna tertulis:

Kitab-kitab yang pernah dibaca oleh Nagarjuna sangatlah banyak, ia hafal dan mengerti betul ajaran-ajaran dan ilmu yang diuraikan dalam semua kitab-kitab itu. Bersama dengan 3 orang sahabatnya, Nagarjuna pernah menuntu ilmu kepada seorang pertapa untuk mendalami ilmu sirap (ilmu menghilangkan diri). Setelah berhasil menguasai ilmu sirap, mereka menyelinap ke dalam istana, dan melakukan pencabulan serta berzinah dengan para dayang dan selir raja.

Perbuatan mereka ini tercium oleh Sang Raja, maka atas perintah raja semua pintu keluar masuk istana ditutup rapat-rapat, dan seluruh pengawal istana mengibas-ibaskan pedangnya ke seluruh ruangan dalam istana. Maka ketika orang sahabat Nagarjuna pun mati tersambar kibasan pedang para pengawal istana itu, satu-satunya yang selamat adalah Nagarjuna sendiri. Ia sangat cerdik, ketika para pengawal istana mengibas-ibaskan pedang mereka, ia selalu mengikuti kemana arah sang raja bergerak, dan kepalanya tidak pernah jauh dari samping kepala Sang Raja. Dengan cara demikianlah, akhirnya Nagarjuna luput dari kematian. Dan sejak kejadian itu pula, Nagarjuna menjadi sadar bahwa keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi (tanha) adalah sumber dari segala macam malapetaka.”

“dengan kesadaran bahwa keinginan duniawi serta tanha merupakan seumber dari segala macam malapetaka, sumber daripada penderitaan, maka beliaupun menetapkan hati, membulatkan tekad menjadi seorang biarawan dengan berdiam diri di sebuah pagoda di atas gunung. Setelah menerima upasampada berturut-turut selama 90 hari, beliau mengurung diri di dalam pagoda untuk mempelajari dan mendalami Tripitaka, yang akhirnya membawa beliau menjadi seorang ahli Dharma.”

Kalimat-kalimat biografi tersebut diatas mengingatkan saya pada sebuah pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh Manjusri bodhisattva kepada Sang Buddha. “Seseorang yang pernah berbuat karma buruk di masa mudanya, tetapi kemudian bertobat dan mendalami serta melatih diri dalam bimbingan Dharma di masa tuanya. Akaha itu akan membawanya pada pencapaian keBuddhaan dalam hidup ini?”
Jawaban yang diberikan oleh Sang Buddha adalah;
“lautan samsara tak berujung dan tak bertepi, berhenti mengarunginya dan segera berbalik diri, maka di belakang sana pantai daratan telah menunggu. Siapapun orangnya, asalkan ia telah bertekad meninggalkan perbuatan-perbuatan jahat, berusaha memperbanyak perbuatan baik serta menetapkan hati dan berjalan di atas jalan Dharma, maka tidak peduli tua maupun muda, pria dan wanita, semuanya akan mencapai kebuddhaan.”

Hal penting yang ingin saya katakan disini adalah bahwa sebetulnya pada masa-masa kehidupan yang lalu Yang Arya Nagarjuna telah mencapai kebuddhaan dengan nama “Miao yun Isvara Raja Tatthagata. Kedatangan beliau kembali ke dunia saha ini dapat disamakan seperti sebuah perjalanan pariwisata, semua ini dapat dibuktikan dengan catatan-catatan yang nyata dan rinci dalam Mahavyuha Samaya Sutra.”

Dua kalimat dibawah ini merupakan kata-kata mutiara yang saya sukai; “Tanha adalah sumber penderitaan”, “Karena tanha merupakan akar dari segala malapetaka.”

Mudah-mudahan kedua kalimat tersebut juga dapat diingat dan dijadikan pedoman hidup bagi para umat.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar