Senin, 07 Maret 2011

BUDDHA YANG TELAH MENCAPAI PENERANGAN SEMPURNA



Di udara terbuka dia mencapai penerangan, dan di udara terbuka dia wafat. Pegunungan Himalaya yang maha besar tersenyum ke bawah kea rah mana Dia dilahirkan, Lumbini, 7 mil dari tapai batas dalam daerah yang sekarang dikenal sebagai Nepal. Dilahirkan dari keluarga ningrat, berpengalaman dalam semua kesenian dan ilmu pengetahuan dari jamanNya, Dia sebagai seorang pemuda, suatu contoh teladan dari semua yang terbaik dalam tradisi dan kebudayaan pada masa itu. 

Tetapi meskipun dengan kehidupanNya yang mewah, dengan istri cantik dan bayi laki-lakiNya, Gautama (demikian pada saat itu Dia disebut) tidak bahagia. Semua di sekelilingNya, Dia melihat penderitaan. Penderitaan karena penyakit, karena umur tua, dan akhirnya kematian. Suatu hari, tampaknya seakan-akan kenyataan yang kejam akan peristiwa-peristiwa hidup yang tak kenal ampun ini sangat menekan perasaanNya dan sangat mengacaukan Dia lebih dari yang pernah Dia rasakan sebelumnya dan Dia meras bahwa Dia harus mendapatkan pemecahan dari persoalan-persoalan hidup tersebut.

Pemecahan itu kemudian Dia dapatkan duduk dalam meditasi yang penuh kedamaian di hutan-hutan, yang pada waktu itu praktis menutupi seluruh bagian Timur Laut India. Dia telah mencambuk badanNya. Dia telah berpuasa. Dia telah menderita kelaparan. Pada akhirnya badanNya menjadi kurus kering tak ubahnya sebuah tengkorak dan mataNya yang bersinar tajam terletak jauh di dalam lekuk mataNya, bagaikan air hitam didasar sebuah sumur. Tetapi penyiksaan diri yang keras ini, meskipun hebat adanya, tidak membawa Dia lebih dekat pada kebenaran yang Dia cari. 

Hanya dengan dilepaskannya jalan penyiksaan diri, dengan tabahnya Dia telah melepaskan jalan pemanjaan diri, maka barulah cahaya kebenaran bersinar kepadaNya. Dia mendapatkan Jalan Tengah diantara dan diluar semua ekstrim-ekstrim. Delapan ruas jalan utama yang membawa ke kedamaian pikiran, ke kesempurnaan pribadi, ke kebijaksanaan tertinggi, ke pembebasan, ke nirvana. Dengan memusnahkan semua noda kekotoran dan ketidakmurnian pikiranNya sendiri (yang dilambangkan dengan penguasaan terhadap Mara) dia mencapai Kebahagiaan Penerangan yang tidak ada bandingannya. Selanjutnya Dia menghabiskan sisa 45 tahun dari keberadaanNya di dunia untuk mengajarkan kebenaran yang telah Dia dapatkan kepada para dewa dan manusia.

Dia menarik sekelompok pengikut-pengikut yang mulia yang setelah mereka mencapai penerangan, bahkan ketika dia telah mencapai penerangan, Dia dikirimkan untuk mengajar jalan menuju ke kedamaian. Banyak orang berhasik ditarik ke ajaran baru, dan menjadi pengikut-pengikut, baik sebagai bhiksu dan sebagai orang biasa. Pangeran-pangeran, petani-petani, saudagar-saudagar, gembel-gembel, seniman-seniman semua berusaha mendaftarkan diri dan tak ada satupun yang ditolak. Semuanya mendapatkan di kaki Sang Buddha, kedamaian yang tak dapat dihancurkan.

Akhirnya, dengan telah menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanNya yang maha besar untuk kemanusiaan, Sang Buddha meninggal di sebuah hutan pohon Salla dari Suku Malla ditempat yang dikenal sebagai Kusinara. Mayat jasmaninya diperabukan dan delapan stupa didirikan diatasnya sesuai dengan banyaknya bu jenasah dibagi.

2500 tahun lebih telah berlalu sejak Yang Terbesar dari anak-anak manusia meninggalkan adegan kehidupannya di dunia. Tetapi Dharmanya atau ajarannya tetap bersama kita sebagai sinar mercusuar dari hidup kita. Tidak ada ajarn moral yang lebih mulia, tidak ada paham tentang tahap-tahap meditasi yang lebih tinggi, tidak ada pandangan terhadap pengetahuan yang berisikan kebijaksanaan yang lebih jelas, pernah disaksikakn umat manusia selain daripada yang ditemukan dalam ajaran-ajaran Sakyamuni. Bahkan dewasa ini, berjuta-juta umat manusia berlindung dalam Buddha, Dharma dan Sangha. Agama yang Dia dirikan telah menghasilkan beberapa dari manifestasi cultural terbesar yang pernah disaksikan dunia.

Dalam setiap jaman, agama Buddha telah ikut berperan sebagai penyebab perdamaian dan kebajikan yang meliputi alam semesta. Agama Buddha telah menunjukkan pada kita bahwa benih-benih dari ketidakpuasan, dari penderitaan, dari semua penyakit yang diwarisi daging yang tidak abadi ini harus didapatkan dalam diri kita sendiri. Karena itu, sebagai bagian terpenting dari ajarannya, agama Buddha menanamkan sedikit demi sedikit pengendalian, pemusatan, pemurnian, dan penyempurnaan pikiran dengan pelaksanaan teknik-teknik penyembuhan jiwa tertentu yang sistematis. Kemanjuran dari teknik teknik ini bukanlah sesuatu yang harus diterima semata-mata karena bersumber pada atau menurut pendapat Sang Buddha, dengan kepercayaan yang membuta, tetapi hanya setelah kita sendiri melaksanakannya dan mendapatkan bahwa teknik-teknik tersebut memang benar-benar memberi hasil. 

Sendiri diantara guru-guru besar agama –agama lainnya, Sang Buddha telah mengundang kita untuk menguji kata-katanya seperti kita menentukan kualitas emas pada batu uji. Dia menasehatkan kita untuk menerima ajaran agamanya tidak dengan alas an ajaran tersebut berasal dari jaman kuno, tidak dengan alas an ajaran tersebut dianut oleh banyak orang, tidak dengan alas an bahwa ajaran tersebut diterima oleh orang-orang yang anda kagumi/hormati. Kita harus menerimanya hanya bila kita dapatkan bahwa ajarannya sesuai dengan kesimpulan yang telah kita capai dengan melatih kekuatan-kekuatan akal budi kita dan bahwa ajarannya selaras dengan pengalaman pribadi kita. Agama Buddha karena itu adalah agama perbuatan, agama dengan usaha pribadi dan penerangan sendiri.

Buah hasil dari kehidupan spiritual kita bukanlah harus dinikmati untuk kepentingan diri sendiri dalam keterpisahan tetapi harus disebarkan dan dibagikan kepada semua. Bertambah banyak kita tahu, bertambah banyak kita harus mengajarkan. Penerangan yang memisahkan kita dari umat manusia lainnya itu bukanlah penerangan yang sebenarnya.  Karena itu Sang Buddha sendiri dan pengikut-pengikutnya dari bermacam-macam usia dan lapisan telah berusaha untuk mengajarkan kepada yang lain “kebenaran” yang telah mereka dapatkan dan laksanakan, tidak dengan semangat “merasa diri lebih tinggi”, tetapi hanya dengan seperti seseorang kakak yang lebih tua membagikan hasil dari pekerjaannya pada anggota-anggota keluarga yang lebih muda. 

Ajaran agama Buddha dapat diringkas dalam dua kata kebijaksanaan dan cinta kasih. Dengan kebijaksanaan, dengan pandangan terang ke dalam hakikat sebenarnya dari keberadaan, kita mendapatkan penerangan; dengan cinta kasih kita berusaha membagikan penerangan itu kepada semua makhluk hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar