Selasa, 08 Maret 2011

ANANDA

(Unggul dalam mendengarkan dan mengingat Dhamma)

Ananda adalah adik sepupu Sang Buddha Sakyamuni. Ayahnya, Raja Amitodana adalah paman Sang Buddha. Kakak Ananda adalah Devadatta, yang selalu membuat masalah dengan Buddha.

Dalam cerita sebelumnya, kita telah menyebutkan bahwa tujuh pangeran menyelinap keluar dari istana untuk menjadi siswa Buddha. Ananda adalah salah satu diantaranya.

Bukanlah hal yang mudah bagi Ananda untuk menjadi Bhikkhu. Raja Amitodana belum punya keyakinan terhadap Dharma; ia takut putranya, Ananda akan menjadi bhikkhu seperti Buddha. Karena itu, ketika Buddha kembali ke kampung halamannya, Kapilavatthu, untuk mengajarkan Dharma, Raja Amitodana membiarkan Ananda menemui Buddha hanya sekali, setelah itu dia segera mengirim Ananda ke kerajaan tetangga, Vesali. Pada kemudian hari, ketika Buddha pergi ke Vesali untuk mengajarkan Dharma, Raja Amitodana cepat-cepat membawa Ananda kembali ke Kapilavatthu lagi.

Buddha tahu bahwa Ananda memiliki kemiripan khusus dengannya, maka ketika Ananda kembali ke Kapilavatthu, Buddha juga segera kembali ke Kapilavatthu, dan tinggal di kamar yang bersebelahan dengan kamar Ananda. Beliau menemui Ananda sendiri.

Ketika Ananda muda melihat Buddha, ia segera merasakan kasih sayang dan kebesaran Sang Buddha. Ia bersujud kepada Buddha dengan hormat, dan membawa sebuah kipas untuk mengipasi Buddha, tanpa disuruh.

Buddha sangat senang melihat sepupu mudanya yang sangat bersemangat, riang, pandai, dan cemerlang. Buddha berpikir, “Anak ini memiliki persamaan yang khusus dengan diriku. Nantinya, ia pasti akan ikut menyebarkan Dharma.”

Pria Tampan
Setelah Ananda menjadi Bhikkhu, ia semakin serius dalam belajar Dharma. Daya ingatnya sangat mengagumkan. Ia dapat menghafal semua ceramah yang disampaikan oleh Buddha tanpa kurang satu katapun: semua orang memujinya sebagai “yang unggul dalam mendengarkan dan mengingat Dharma.”

Ananda sangat tampan dan menarik. Ialah yang paling tampan di seluruh kerajaan. Walaupun ia menjadi bhikkhu, tetap saja banyak yang menyukainya. Bodhisattva Manjusri suatu kali memuji Ananda, “Wajahnya seperti rembulan yang bulat dan indah pada musim gugur. Matanya seperti bunga teratai nan suci dan lembut.” Jelaslah bahwa Ananda sebenarnya berwajah sangat tampan.

Namun, wajah tampan Ananda juga membawa beberapa masalah baginya. Yang paling serius adalah cinta dari Matangi kepadanya. Hal itu hampir membuat Ananda juga beberapa masalah baginya. Yang paling serius adalah cinta dari Matangi kepadanya. Hal itu hampir membuat Ananda kehilangan kualifikasinya sebagai bhikkhu. Ada seorang wanita bernama Matangi dari kasta Sudra (pelayan). Ia cantik dan menarik. Suatu hari, ketika Matangi mengambil air dari sumur, Ananda kebetulan lewat. Cuaca sangat panas dan Ananda sangat haus sehingga ia meminta air minum dari Matangi. Matangi sangat terpesona dengan wajah tampan Ananda. Ia terus memikirkan Ananda bahkan sampai ia pulang ke rumah, ia tidak makan dan minum, dan akhirnya jatuh sakit.

Ibu Matangi berulang kali bertanya kepadanya kenapa ia berlaku demikian. Akhirnya Matangi berkata bahwa ia ingin menikah dengan Ananda, tetapi bagaimana mungkin hal ini terjadi? Ananda adalah adik sepupu Sang Buddha dan sekarang Ananda telah menjadi Bhikkhu. Bagaimana mungkin ia dapat menikahi Matangi?

Dihipnotis oleh mantra jahat
Semua ibu sangat mencintai anaknya. Walaupun ibu Matanga tahu bahwa keinginan Matanga adalah sesuatu yang mustahil, ia tidak tahan  kalau melihat putrinya meninggal karena mogok makan. Karena itu, ketika Ananda datang mengumpulkan dana lagi, ibu Matangi menggunakan mantra jahat untuk menghipnotisnya dan membawanya ke rumah Matangi.

Ketika Matangi melihat Ananda, ia hampir gila saking girangnya. Penyakitnya hilang. Matangi segera mendatangi Ananda dan memeluknya dengan kencang. Pada saat yang kritis ini, Buddha tahu apa yang terjadi dan langsung mengirimkan sinar emas dari seluruh tubuhnya, menerangi seluruh bumi dengan terang. Sinar emas dari tubuh Buddha menghilangkan kekuatan mantra jahat dan menyadarkan Ananda dan Matangi bagaikan bangun dari mimpi. Keduanya menundukkan kepala dengan malu.

Buddha mengirimkan seseorang untuk membawa Ananda dan Matangi untuk menemui beliau. Keseriusan Buddha dan peringatan yang penuh kasih sayangnya menyentuh hati Ananda dan Matangi. Matangi menyesali tindakannya yang salah dan memutuskan untuk menjadi bhikkhuni agar memiliki perangai moral yang baik dan bisa belajar Dharma. Ananda juga menangis sedih di depan Buddha. Buddha menenangkannya, mengatakan, “Kepintaran saja tidak dapat menjamin bahwa engkau dapat mempraktikkan Dharma dengan baik. Walaupun daya ingatmu kuat dan engkau paling unggul dalam mendengarkan dan mengingat Dharma, tingkat latihanmu masih tidak cukup baik, sehingga ketika dalam bahaya, engkau tidak dapat berbuat bijaksana dengan pikiran jernih.”

Ananda membuat sumpah berikut dihadapan Sang Buddha, “Mulai saat ini, saya tidak akan membanggakan daya ingat saya yang hebat dan pengetahuan saya yang luas. Saya akan mempraktikkan Dharma dengan rajin dan berbuat benar sesuai dengan ajaran Buddha.

Memohon Buddha untuk mentahbiskan wanita
 Sangha sebenarnya tidak memiliki anggota wanita, karena pada awalnya Buddha tidak mengijinkan wanita untuk ditahbiskan. Kemudian, karena permintaan Ananda yang berulang-ulang, Buddha akhirnya mengijinkan wanita ditahbiskan sebagai bhikkhuni.

Ada cerita yang sejalan dengan ini: tujuh hari setelah Siddharta dilahirkan, ibunya, Ratu Mahamaya meninggal dunia. Adik perempuannya, Prajapati kemudian menjadi isteri Raja Suddhodana dan mengemban tanggung jawab dalam mengasuh Buddha. Jadi, Buddha sangat berhutang budi kepada Prajapati.

Setelah Buddha mencapai pencerahan, hampir semua orang di istana menjadi siswa Buddha dan ditahbiskan sebagai bhikkhu. Kemudian, lima tahun setelah Buddha mencapai pencerahan, Prajapati juga ingin ditahbiskan. Ketika ia memberitahu Buddha tentang keinginannya, Buddha tidak setuju. Kemudian, ia memohon lagi beberapa kali, tetapi Buddha masih tetap tidak setuju.

Oleh karena itu, Ananda berkata kepada Buddha, “Buddha, kenapa Anda tidak mengijinkan wanita untuk ditahbiskan? Bukankah ini tidak bertentangan dengan prinsip kesetaraan di dalam ajaran Buddha?”

Buddha menjawab, “Saya tidak memandang rendah wanita. Saya hanya berharap mereka mempraktikkan Dharma seperti umat biasa. Mereka masih dapat memberikan sumbangan kepada ajaran Buddha, juga mencapai pencerahan dan menjadi Buddha.”

Walaupun permintaan Prajapati telah berulang kali ditolak oleh Buddha, ia tidak menyerah sama sekali. Ia melanjutkan perjuangannya. Ia mengumpulkan lebih dari lima ratus wanita, yang juga ingin ditahbiskan. Pertama-tama mereka mencukur rambutnya, kemudian mengenakan jubah dan berjalan lebih dari dua ribu mil dari Kapilavatthu ke Vesali. Selama lebih dari dua puluh hari, mereka akhirnya tiba di Vihara Kutagara, tempat Buddha sedang mengajar. Bagaimanapun juga, Buddha tetap menolak permintaan mereka.

Mereka tetap berada di luar vihara dan menolak untuk pergi. Pada waktu itu, Ananda kembali ke vihara dan melihat lima ratus wanita yang tampak kelelahan. Beberapa diantaranya dengan kaki melepuh dan yang lainnya berlinang air mata. Beberapa dari mereka bahkan siap mati untuk membuktikan keinginannya yang kuat.

Ananda terharu dan pergi menemui Buddha, ia berkata, “Buddha, ijinkahlah mereka untuk ditahbiskan! Mereka memiliki keinginan yang kuat dan memiliki tekad serius untuk mempelajari Dharma. Mereka telah berjalan lebih dari dua puluh hari, lebih dari dua ribu mil. Ini sangat menyentuh. Lebih lagi, Prajapati ada diantara mereka; dan ia adalah bibi anda, yang berjasa dalam mengasuh Anda sampai besar. Buddha, tidakkah Anda bersimpati atau merasa berterima kasih sama sekali?”

Kata-kata Ananda membuat Buddha yang penuh kasih tidak dapat menolak mereka lagi. Hari ini, banyak wanita yang dapat menjadi bhikkhuni untuk belajar Dharma. Mereka seharusnya sangat berterima kasih kepada Ananda!

Sering bersama Buddha
 Ketika Buddha berusia 53 tahun, para siswaNya merasa bahwa Beliau sudah cukup tua dan perlu seseorang untuk menemani dan menjagaNya setiap hari. Setelah berdiskusi selama beberapa waktu, mereka memilih Ananda untuk melakukan tanggung jawab ini.

Ananda melayani Buddha selama 27 tahun, sampai Buddha meninggalkan dunia pada usia 80 tahun. Selama 27 tahun, Ananda melayani Buddha dengan penuh perhatian, sehingga Buddha hidup dengan nyaman dan dapat memusatkan diri mengajarkan Dharma. Sumbangan Ananda dalam hal ini sangatlah besar!

Karena Ananda sangat dekat dengan Buddha dan selalu berada disampingnya, ia selalu hadir dalam setiap ceramah yang diberikan oleh Buddha. Ananda terkenal karena daya ingatnya yang mengagumkan. Ia mengingat semua ceramah yang Buddha berikan dalam 27 tahun ketika ia melayani Buddha sebagai pendampingnya.

Lebih jauh lagi, kapan pun Ananda bersama dengan Buddha, ia akan meminta Buddha untuk mengulangi ceramah yang tidak didengarnya sekali lagi. Ini adalah ceramah-ceramah yang disampaikan Buddha sebelum Ananda menjadi bhikkhu. Dengan cara ini, Ananda mengingat semua ceramah yang disampaikan oleh Buddha.

Meminta nasihat terakhir dari Buddha
Ketika Buddha hampir meninggal dunia, Ananda menangis dengan kesedihan mendalam. Buddha menenangkannya dan berkata, “Ananda, jangan sedih. Di dunia ini, dimana ada kelahiran, akan ada perpisahan. Dimana ada kelahiran, akan ada kematian. Setiap bunga yang mekar tentu akan layu, daun hijau akan menjadi kuning. Praktikkanlah Dharma dengan baik! Janganlah sedih!

Begitu mendengar kata-kata Buddha, Ananda berhenti bersedih. Tiba-tiba ia berpikir bahwa ia seharusnya menggunakan kesempatan terakhir untuk meminta Buddha menjawab beberapa pertanyaan penting selama Buddha masih ada.

“Buddha, Anda telah memberikan begitu banyak ceramah. Nanti, ketika kami merekam semua ceramah tersebut, bagaimana seharusnya kami memulai ceramah?” Ananda bertanya.

Buddha menjawab, “Setiap ceramah diawali dengan kata-kata “Demikianlah yang telah kudengar.” “Demikian yang telah kudengar” berarti Ananda telah mendengar sendiri semua ceramah ini dari Buddha dan kita dapat yakini keasliannya. Kemudian Ananda menanyakan berapa pertanyaan lagi. Buddha memberikan jawaban pada setiap pertanyaan, kemudian Beliau meninggal dunia dengan tenang.

Berperan serta dalam sidang Buddhis pertama
Setelah Buddha wafat, Kassapa berencana mengadakan Sidang Buddhis Pertama satu bulan kemudian untuk menghimpun naskah Buddhis. Lebih dari lima ratus bhikkhu ambil bagian dalam Sidang Buddhis Pertama. Ananda adalah salah satu diantaranya. Ia bertanggung jawab menghimpun Sutta Pitaka (Ceramah yang telah disampaikan oleh Sang Buddha). Kelima ratus bhikkhu yang ada semuanya adalah bhikkhu senior yang telah mencapai pencerahan, sebelum sidang dimulai hanya Ananda yang belum mencapai pencerahan.

Ananda berpikir, “Ceramah-ceramah yang dikumpulkan akan diturunkan ke generasi berikutnya. Jika aku tidak mencapai pencerahan, siapa yang akan percaya bahwa ceramah yang diulang olehku adalah benar?” kemudian, ia berusaha lebih keras dalam latihannya. Akhirnya, pada malam sebelum sidang dimulai, Ananda pun mencapai pencerahan.

Keesokan harinya, Ananda, yang memiliki daya ingat terbaik diseluruh India dan yang “paling unggul dalam mendengarkan dan mengingat Dharma, mengulang dengan penuh hormat ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Buddha. Hari ini, jika kita mengambil sutta Buddhis dan membaca kalimat pembuka “Demikian yang telah kudengar, suatu waktu, ketika Buddha berada di....”, kita akan teringat kepada Ananda. Ananda adalah seorang suci yang sejati yang akan senantiasa dikenang dari generasi ke generasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar