Senin, 07 Maret 2011

METODA BERPIKIR SECARA BUDDHIS

Oleh: Bhikkhu Nyana Suryanadi Mahathera 


  1. PENDAHULUAN
Dalam menempuh kehidupan manusia sering dihadapkan pada bentuk-bentuk permasalahan. Banyak masalah-masalah yang dihadapi di waktu-waktu yang lampau timbul pada waktu sekarang. Masalah yang sejenispun dapat kemungkinan timbul pada masa yang akan datang.

Orang mempunyai banyak pengalaman pada umumnya dapat memecahkan masalah yang lebih gampang daripada orang yang mempunyai sedikit pengalamannya.

Permasalahan yang dihadapi manusia pada umumnya bersumber dari dua hal yaitu:
1.      Manusia kurang mengetahui caranya memecahkan masalah
2.      Manusia kekurangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.

Dalam kontek ini metode berpikir Buddhis merupakan cara berpikir secara Buddhis. Sejauhmana seseorang menggunakan cara-cara berpikir secara Buddhis terhadap peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Metode berpikir secara Buddhis merupakan keadaan yang mengetahui obyek atau keadaan yang menerima, mengingat, memikir, dan mengetahui obyek secara Buddhis.

  1. KEDUDUKAN DAN PERANAN PIKIRAN

Kedudukan dan peranan pikiran seperti yang disabdakan oleh Sang Buddha dalam Dhammapada Yamaka Vagga, syair pertama, pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, segala sesuatu dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat (tidak baik), maka penderitaan akan mengikuti dirinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

Dalam syair kedua, pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, segala sesuatu dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni (baik), maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagai bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkan bendanya.

Bahwa apa yang disabdakan oleh Sang Buddha tersebut berkenaan dengan pikiran mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam rangka seseorang memaknai peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Dhammapada Citta Vagga dijelaskan bahwa pikiran selalu menggelepar, bagaikan ikan yang dikeluarkan dari dalam air dan dilempar ke atas daratan; pikiran orang gentar dalam usaha membebaskan diri dari jeratan mara. Pikiran itu sungguh sukar diawasi dan amat halus, yang mengembara sesuka hatinya. Karena itu hendaklah orang bijaksana menjaganya; pikiran yang dijaga dengan baik akan membawa kebahagiaan.

Orang yang pikirannya tidak teguh, yang tidak mengenal ajaran benar serta memiliki keyakinan yang goyah, maka orang seperti itu kebijaksanaannya tidak akan sempurna. Sebaliknya orang yang selalu sadar, yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian; yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk, maka dalam dirinya tiada lagi ketakutan.

Sikap dan gerak pikiran terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan kita akan sangat tergantung dari sejauh mana dapat menguasai pikiran itu sendiri. Keteguhan pikiran dan keyakinan yang kuat akan sangat membantu diri seseorang dalam menentukan sikap terhadap gerak pikiran.

Pikiran ini sungguh sukar diawasi dan amat halus, yang mengembara sesuka hatinya. Karena itu hendaknya orang selalu menjaga pikirannya, dengan pikiran yang dijaga secara baik akan membawa kebahagiaan hidup manusia.

Bagaimana seseorang menyikapi diri untuk mengendalikan dengan sadar sehingga pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian dan berupaya untuk mengatasai baik dan buruk.

  1. PROSES BERPIKIR
Menurut Abhidhamma, dalam keadaan biasa pada suatu saat berpikir terdapat tujuh belas getaran kesadaran, yang berlangsung dengan cepat.

Adapun proses berpikir pada keadaan biasa tersebut adalah:
1.      Atita Bhavanga atau kesadaran tidak aktif lampau
2.      Bhavanga Calana atau kesadaran bergetar
3.      Bhavanga Upaccheda atau kesadaran berhenti bergetar
4.      Pancadvaravajjana atau lima gerbang tempat masuk obyek
5.      Panca Vinnana atau lima kesadaran
6.      Sampaticchana atau kesadaran penerima
7.      Santirana atau kesadaran pemeriksa
8.      Votthapana atau kesadaran memutuskan
9.      (9-15) Javana atau kesadaran impulsi
10.  (16-17) Tadarammana atau kesadaran merekam

 Tahap pertama
Atita bhavanga adalah kesadaran yang pasif. Kesadaran pasif ini terdapat pada orang yang sedang tidur nyenyak tanpa mimpi atau ketika seseorang tidak memberikan reaksi apa-apa terhadap rangsangan obyek dari luar maupun dari dalam. Kesadaran ini dipandang sebagai tahap pertama untuk mempelajari proses berpikir walaupun proses berpikir itu belum mulai.

Tahap kedua
Bhavanga Calana adalah kesadaran yang bergetar karena ada obyek luar atau rangsangan panca indera yang diterima oleh orang yang sedang tidur. Pada tahap ini, Atita Bhavanga lenyap atau dengan perkataan lain Bhavanga Citta mulai aktif. Kesadaran ini merupakan tahap kedua. Calana berarti bergerak atau bergetar. Pada tahap ini, Bhavanga mulai bergetar. Getaran ini hanya berlangsung satu saat saja dan sesudah itu berhenti. Hal ini merupakan akibat dari rangsangan atau obyek yang berusaha untuk menyentuh atau menarik perhatian kesadaran pikiran dengan cara mengganggu arus Bhavanga.

Tahap ketiga
Bhavanga Upaccheda adalah tahap pada waktu getaran Bhavanga (Calana) terhenti. Upaccheda berarti dipotong atau putuskan. Sebagai akibat, proses pikiran muncul, dan mulai mengalir, tetapi stimulasi atau obyek belum dapat dikenal oleh kesadaran.

Tahap keempat
Pancadvaravajjana atau kesadaran mengarah pada lima pintu indera. Pada tahap ini, kesadaran diarahkan untuk mengetahui panca indera mana dari lima pintu indera, stimulus akan masuk. Pancadvara adalah “lima pintu”, sedangkan avajjana berarti “mengarah kepada”. Pada tahap ini, orang yang tidur baru tersadar dan perhatiannya diarahkan pada sesuatu, tetapi tidak mengetahui apa-apa tentang hal ini.

Bila perhatiannya bangkit bukan disebabkan oleh rangsangandari luar melalui salah satu panca inderanya, tetapi oleh rangsangan dalam yaitu dari pikiran, maka tahap ini disebut Manodvaravajjana atau “kesadaran mengarah pada pintu indera pikiran”. Dalam hal ini tahap proses berpikir agak berbeda dengan proses yang dibicarakan karena tahap kelima sampai kedelapan tidak terjadi.

Tahap kelima
Uraian pada tahap ini dibicarakan bila proses berpikir didasarkan pada kesadaran yang mendapat rangsangan luar melalui panca indera. Panca adalah lima, sedangkan Vinnana adalah kesadaran. Bila rangsangan itu adalah bunyi, maka sota-vinnana atau kesadaran mendengar yang bekerja. Bila rangsangan itu sentuhan, maka Kaya-Vinnana atau kesadaran tubuh yang bekerja. Bila itu adalah bayangan atau obyek pandangan, maka Cakkhu-Vinnana yang bekerja, dan seterusnya. Pada hal ini setiap indera ada kesadaran indera dan kesadaran indera ini yang bekerja. Namun, pada tahap ini kesadaran belum mengerti betul tentang rangsangan apa yang muncul melalui pintu indera; hal ini hanya dirasakan.


Tahap keenam
Sampaticchana adalah kesadaran penerima. Tahap ini muncul bila kesan indera disebabkan oleh rangsangan yang diterima dengan baik.

Tahap ketujuh
Setelah penerima berfungsi, maka muncul fungsi pemeriksa (Santirana). Pada tahap ini, santirana melaksanakan fungsi memeriksa dengan cara menentukan rangsangan atau obyek apa yang menyebabkan kesan indera. Jadi, apa yang diterima itu diperiksa.

Tahap kedelapan
Votthapanna adalah kesadaran memutuskan atau menentukan. Pada tahap ini, keputusan diambil berdasarkan rangsangan yang disebabkan oleh kesan indera. Jadi, apa yang diperiksa itu diputuskan atau ditentukan baik atau buruk.

Atahap kesembilan sampai ke lima belas
Javana adalah kesadaran impulsi. Pada saat ini, kesadaran bergetar selama tujuh kali (pada saat-saat menjelang meninggal dunia, Javana hanya bergetar lima kali). Javana merupakan saat introspeksi yang diikuti oleh perbuatan. Javana berasal dari kata kerja “Javati” yang berarti “lari mendorong atau mendesak.” Javana merupakan impulsi yang muncul sebagai klimaks dari proses kesadaran dalam proses berpikir karena pada tahap ini seseorang dapat menyadari dengan jelas tentang objek atau rangsangan dengan semua ciri-cirinya.

Pada tahap ini, kamma atau karma mulai berproses sebagai karma baik atau buruk karena kemauan bebas ada pada javana. Tahap-tahap lain dari proses berpikir merupakan gerakan refleks dan harus muncul, sedangkan javana merupakan tahap dimana kesadaran bebas untuk menentukan atau memutuskan. Dalam Javana ada hak untuk memilih dan mempunyai kekuatan untuk menentukan masa depan sesuai dengan kehendaknya (karmanya). Bila sesuatu hal salah dimengerti (ayonisomanasikara) dan perbuatan telah dilaksanakan, maka hasilnya tidak menyenangkan atau karma buruk, javana adalah kata teknis yang sulit sekali diterjemahkan secara tepat.

Tahap keenam belas dan tujuh belas
Tadarammana atau kesadaran mencatat atau merekam kesan. Tadarammana adalah dua saat yang merupakan akibat yang muncul segera setelah javana. Fungsi Tadarammana adalah mencatat atau merekam kesan yang dibuat oleh Javana. Tadarammana bukan bagian yang paling penting dari proses berpikir karena fungsinya hanya merekam kesan saja. Jika kesan yang dibuat itu kurang jelas, maka Tadarammana tidak akan muncul. Tadarammana berasal dari kata “Tadarammana” yang berarti “objek itu” karena kesadaran ini mempunyai objek yang sama dengan objek dari Javana.

Suatu hal yang perlu sekali diperhatikan dalam uraian ini adalah bahwa tujuh belas tahap yang membentuk suatu proses berpikir hanya berlangsung dalam waktu yang sangat pendek sekali. Perkembangan dari proses berpikir adalah berbeda-beda bagi setiap objek. Hal ini terjadi karena adanya intensitas rangsangan yang berbeda pula. Jika intensitas rangsangan besar sekali, maka suatu proses berpikir yang sempurna terjadi. Jika intensitas rangsangan besar, maka Tadarammana (tahap keenam belas dan tujuh belas) tidak akan terjadi. Jika intensitas rangsangan kecil atau kecil sekali, maka proses berlangsung tanpa ada kesadaran yang sempurna.

  1. PERANAN METODE BERPIKIR SECARA BUDDHIS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Pikiran memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Pikiran menentukan segala-galanya, dalam kehidupan kita sehari-hari, yang baik dan yang tidak baik, dilahirkan oleh pikiran. Pikiran dapat membuat manusia menjadi pahlawan atau pengecut, baik atau tidak baik, mulia atau hina, bahagia atau sengsara, tenang atau cemas, bahagia atau menderita, bijaksana atau bodoh, berhasil atau gagal dalam kehidupan. Oleh karena itu pikiran harus dikendalikan dan diarahkan pada hal-hal yang baik agar dapat hidup bahagia.

Sang Buddha bersabda bahwa “Rahasia kebahagiaan dan keberhasilan hidup terletak pada pelaksanaan apa yang patut untuk dilaksanakan sekarang, bukannya menyesali apa yang telah lalu atau mengkhawatirkan apa yang terjadi pada masa depan.” Kita tidak bisa kembali ke masa lalu dan mengubahnya. Dan juga tidak dapat mendahului segala sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun demikian ada sesuatu saat yang dapat dikendalikan dengan penuh kesadaran yaitu saat masa sekarang. Untuk itu kita berusaha untuk melatih pikiran agar selalu terpusat pada apa yang sedang dikerjakan pada saat sekarang.

Pikiran dapat menciptakan perdamaian dunia dan pikiran juga dapat menghancurkan dunia ini. Keadaan dunia yang tampak dewasa ini sesungguhnya adalah dari daya guna pikiran manusia. Pikiran yang dipersatukan oleh sekelompok orang, oleh sekelompok masyarakat, oleh suatu kelompok bangsa dapat menimbulkan perang dan damai, kemakmuran atau kemelaratan, pembunuhan, kekacauan, dan kerukunan serta gotong royong.

Metode berpikir secara Buddhis berperan dalam memberikan gambaran sejauh mana seseorang menyikapi setiap peristiwa dalam kehidupan bermakna dalam kehidupan ini. Memaknai suatu peristiwa dalam kehidupan akan sangat tergantung bagaimana cara berpikir seseorang dalam merespon segala sesuatu yang timbul. Segala sesuatu yang baik dimaknai baik dan yang salah dimaknai salah. Dengan kata lain dapat membedakan yang benar dan salah, bermanfaat dan tidak bermanfaat.

1 komentar: