Senin, 03 September 2012

BENCANA ALAM DALAM PERSPEKTIF AGAMA BUDDHA


BENCANA ALAM DALAM PERSPEKTIF AGAMA BUDDHA

Seperti kita ketahui bersama “Indonesia menangis” karena datangnya bencana yang luar biasa yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh dan Sumatra Utara. Seperti halnya  waktu yang tidak mungkin berbalik kembali, demikian juga apapun alasannya bencana telah terjadi. Sesuatu yang tidak bisa dibantah dan ditolak. Setelah peristiwa terjadi yang ada hanyalah kenangan dan penderitaan, dibalik semua itu ada sebuah pertanyaan: mengapa hal itu terjadi?

Banyak kemungkinan untuk menjawab pertanyaan itu dan semuanya bergantung dari sudut pandang serta disiplin ilmu masing-masing. Dari kalangan religius umumnya akan menjawab bahwa itu adalah cobaan bagi manusia dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dari sudut ilmu pengetahuan hal itu merupakan peristiwa alam yang alamiah. Bagaimana Buddhisme memandang semua ini?  

Ajaran Buddha berpokok pangkal pada empat kesunyataan mulia yang pada intinya adalah ajaran tentang apa itu dukkha dan cara mengatasinya. Untuk dapat memahami hal ini Buddha menjabarkan lebih lanjut ke dalam pokok-pokok ajaran seperti ajaran tentang Karma dan Punarbhava, Tilakkhana, Paticcasamuppada, dan lain-lain.

Pertama-tama kita akan memahami peristiwa bencana Aceh dari ajaran Buddha tentang apakah itu dukkha dan cara mengatasinya. Secara umum bencana adalah satu bentuk dukkha. Buddha menjelaskan bahwa dukkha adalah harus dipahami, setelah dipahami dan dimengerti maka hal itu harus diterima sebagai kenyataan yang tidak dapat dipungkiri karena telah terjadi.

Artinya bagaimanapun kita berkeras menolaknya dan mencari alasan pembenaran tidak akan berguna. Memamg sulit dan luar biasa sulit untuk mampu mamahami dan menerima hal itu sebagai kebenaran yang telah terjadi, tetapi itu adalah yang terbaik, karena dengan mampu memahami dan menerima memberi dorongan kekuatan untuk menjalani kehidupan yang masih tersisa. Dengan menerima kenyataan itu seseorang juga dapat berbuat yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Bila terpaku pada peristiwa yang sudah lewat sedangkan kita tak dapat membalikkannya maka kita cenderung akan frustasi dan tidak dapat berbuat apapun yang berguna. Sedih dan kecewa adalah manusiawi tetapi tenggelam dalam sedih dan duka akan melemahkan mental dan kemampuan kita.

Setelah mampu memahami dukkha, maka kita akan dapat menemukan sebab dukkha. Buddha menjelaskan bahwa sebab dukkha adalah tanha atau keinginan, dan keinginan adalah cetana atau niat, dan niat adalah karma atau perbuatan itu sendiri. Dengan demikian segala bentuk dukkha baik itu dalam bentuk bencana alam, kecewa, kecelakaan, kerusuhan dan lain-lain pasti berhubungan dengan karma atau perbuatan manusia. Namun demikian tidak semua karena karma atau perbuatan manusia, karena ada faktor-faktor lain yang terlibat seperti proses alam (hukum kimia fisika) dan lain-lain.

Jika karma, karma yang bagaimanakah sehingga mengakibatkan peristiwa bencana yang maha dashyat itu? Jawaban yang pasti tidak dapat diketahui, tetapi jawaban juga dapat diketahui dari akibat yang ditimbulkan. Artinya jika akibatnya luar biasa dahsyat dengan demikian juga dapat diduga bahwa sebabnya juga luar biasa dahsyat (Garuka Karma).   

Jika peristiwanya menimpa begitu banyak jiwa dari berbagai suku bangsa dan agama, dengan demikian juga dapat diduga bahwa karma dahsyat itu dilakukan oleh banyak suku bangsa dan agama atau karma buruk kolektif. Namun demikian diantara dahsyatnya karma buruk yang dilakukan secara kolektif masih ada orang yang tidak turut serta melakukan karma buruk tersebut sehingga ia selamat dari bencana kolektif tersebut.

Tentu saja karma ini bukan hanya karma (perbuatan) orang-orang itu pada masa kini saja tetapi telah melalui ribuan bahkan jutaan kali kehidupan yang telah lampau. Jika kita lihat kecenderungan kehidupan dunia ini memang cenderung banyak terjadi karma buruk yang berat dimana-mana. Kejahatan semakin canggih dan luar biasa, membunuh orang seperti membunuh lalat, mencuri seperti halnya punya pribadi, alam dieksploitasi tanpa belas kasihan. Lobha, dosa, moha berkembang dimana-mana.

Dari sudut ajaran Buddha tentang Tilakkhana, maka hal itu dapat dilihat bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal abadi, semuanya terus berubah (anicca) karena itu menimbulkan ketidakpuasan (dukkha). Semuanya berubah tanpa inti (Anatta). Segalanya terjadi karena faktor-faktor yang saling berkaitan (inter be). Bumi ini terus berproses (Anicca), dalam perubahan itu akan menimbulkan dampak baik dan buruk kepada apapun yang hidup di bumi ini. Disamping proses perubahan bumi yang alami tadi, ada faktor ulah manusia di dalamnya. Jika manusia tidak bersahabat dengan bumi maka proses perubahan atau seleksi alam semakin cepat terjadi. Namun demikian apapun alasannya perubahan tidak dapat ditolak oleh siapapun, jika seseorang dapat memahami perubahan ini dengan benar maka dia akan bersikap yang positif demikian juga sebaliknya.

Dengan melihat bahwa segala sesuatunya saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling menjadikan, dan selalu berkaitan dengan yang lain, maka bagaimanapun semuanya berpaling kepada perbuatan (karma) masing-masing. Buddha menyatakan “Kammasaka, Kammadayada, Kammayoni, Kammabhandu, Kammapatisarana, Yang Kammang Karissanti, Kalyanang Va Papakang Va, Tassa Dayada Bhavisanti”. Yaitu bahwa kondisi kehidupan pribadi maupun kolektif manusia bahkan semua makhluk memiliki karmanya sendiri, mewarisi karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri, berhubungan dengan karmanya sendiri, terlindung oleh karmanya sendiri, apapun karma yang telah diperbuatnya baik atau buruk itulah yang akan diwarisinya. Bila bukan bagiannya (karmanya berbuah) bencana apapun atau perubahan buruk apapun tidak akan menimpanya. Dan satu prinsip yang tidak dapat ditawar adalah bila akibatnya buruk pasti sebabnya buruk yang kita lakukan, bila akibatnya baik maka baik pula sebab yang kita lakukan. Karena itu kebajikan akan melindungi siapapun yang memilikinya baik di dunia ini maupun di dunia berikutnya.

Buddhisme memandang hal itu bukanlah percobaan yang diberikan oleh Tuhan, bukan juga karena Tuhan sedang murka karena kekecewaannya, peristiwa itu merupakan bagian dari rangkaian sebab akibat yang saling bergantungan, saling menjadikan, saling mempengaruhi (paticcasamuppada). Banyak faktor yang menimbulkan suatu peristiwa terjadi, karena memang tidak ada satupun di dunia ini yang terjadi karena satu faktor sebab, demikian juga peristiwa ini yang salah satunya adalah faktor perbuatan manusia (karma).

Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu... 

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar