BENCANA ALAM DALAM
PERSPEKTIF AGAMA BUDDHA
Seperti kita ketahui
bersama “Indonesia menangis” karena datangnya bencana yang luar biasa yang
menimpa saudara-saudara kita di Aceh dan Sumatra Utara. Seperti halnya waktu yang tidak mungkin berbalik kembali,
demikian juga apapun alasannya bencana telah terjadi. Sesuatu yang tidak bisa
dibantah dan ditolak. Setelah peristiwa terjadi yang ada hanyalah kenangan dan
penderitaan, dibalik semua itu ada sebuah pertanyaan: mengapa hal itu terjadi?
Banyak kemungkinan untuk
menjawab pertanyaan itu dan semuanya bergantung dari sudut pandang serta
disiplin ilmu masing-masing. Dari kalangan religius umumnya akan menjawab bahwa
itu adalah cobaan bagi manusia dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dari sudut ilmu
pengetahuan hal itu merupakan peristiwa alam yang alamiah. Bagaimana Buddhisme
memandang semua ini?
Ajaran Buddha berpokok
pangkal pada empat kesunyataan mulia yang pada intinya adalah ajaran tentang
apa itu dukkha dan cara mengatasinya. Untuk dapat memahami hal ini Buddha
menjabarkan lebih lanjut ke dalam pokok-pokok ajaran seperti ajaran tentang
Karma dan Punarbhava, Tilakkhana, Paticcasamuppada, dan lain-lain.
Pertama-tama kita akan memahami peristiwa bencana
Aceh dari ajaran Buddha tentang apakah itu dukkha dan cara mengatasinya. Secara
umum bencana adalah satu bentuk dukkha. Buddha menjelaskan bahwa dukkha adalah
harus dipahami, setelah dipahami dan dimengerti maka hal itu harus diterima
sebagai kenyataan yang tidak dapat dipungkiri karena telah terjadi.
Artinya bagaimanapun kita
berkeras menolaknya dan mencari alasan pembenaran tidak akan berguna. Memamg
sulit dan luar biasa sulit untuk mampu mamahami dan menerima hal itu sebagai
kebenaran yang telah terjadi, tetapi itu adalah yang terbaik, karena dengan
mampu memahami dan menerima memberi dorongan kekuatan untuk menjalani kehidupan
yang masih tersisa. Dengan menerima kenyataan itu seseorang juga dapat berbuat
yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Bila terpaku
pada peristiwa yang sudah lewat sedangkan kita tak dapat membalikkannya maka
kita cenderung akan frustasi dan tidak dapat berbuat apapun yang berguna. Sedih
dan kecewa adalah manusiawi tetapi tenggelam dalam sedih dan duka akan
melemahkan mental dan kemampuan kita.
Setelah mampu memahami dukkha, maka kita akan
dapat menemukan sebab dukkha. Buddha menjelaskan bahwa sebab dukkha adalah
tanha atau keinginan, dan keinginan adalah cetana atau niat, dan niat adalah
karma atau perbuatan itu sendiri. Dengan demikian segala bentuk dukkha baik itu
dalam bentuk bencana alam, kecewa, kecelakaan, kerusuhan dan lain-lain pasti
berhubungan dengan karma atau perbuatan manusia. Namun demikian tidak semua
karena karma atau perbuatan manusia, karena ada faktor-faktor lain yang
terlibat seperti proses alam (hukum kimia fisika) dan lain-lain.
Jika karma, karma yang bagaimanakah sehingga
mengakibatkan peristiwa bencana yang maha dashyat itu? Jawaban yang pasti tidak
dapat diketahui, tetapi jawaban juga dapat diketahui dari akibat yang
ditimbulkan. Artinya jika akibatnya luar biasa dahsyat dengan demikian juga
dapat diduga bahwa sebabnya juga luar biasa dahsyat (Garuka Karma).
Jika peristiwanya menimpa
begitu banyak jiwa dari berbagai suku bangsa dan agama, dengan demikian juga
dapat diduga bahwa karma dahsyat itu dilakukan oleh banyak suku bangsa dan
agama atau karma buruk kolektif. Namun demikian diantara dahsyatnya karma buruk
yang dilakukan secara kolektif masih ada orang yang tidak turut serta melakukan
karma buruk tersebut sehingga ia selamat dari bencana kolektif tersebut.
Tentu saja karma ini
bukan hanya karma (perbuatan) orang-orang itu pada masa kini saja tetapi telah
melalui ribuan bahkan jutaan kali kehidupan yang telah lampau. Jika kita lihat
kecenderungan kehidupan dunia ini memang cenderung banyak terjadi karma buruk
yang berat dimana-mana. Kejahatan semakin canggih dan luar biasa, membunuh
orang seperti membunuh lalat, mencuri seperti halnya punya pribadi, alam
dieksploitasi tanpa belas kasihan. Lobha, dosa, moha berkembang dimana-mana.
Dari sudut ajaran Buddha tentang Tilakkhana, maka
hal itu dapat dilihat bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal
abadi, semuanya terus berubah (anicca) karena itu menimbulkan
ketidakpuasan (dukkha). Semuanya berubah tanpa inti (Anatta). Segalanya
terjadi karena faktor-faktor yang saling berkaitan (inter be). Bumi ini
terus berproses (Anicca), dalam perubahan itu akan menimbulkan dampak
baik dan buruk kepada apapun yang hidup di bumi ini. Disamping proses perubahan
bumi yang alami tadi, ada faktor ulah manusia di dalamnya. Jika manusia tidak
bersahabat dengan bumi maka proses perubahan atau seleksi alam semakin cepat
terjadi. Namun demikian apapun alasannya perubahan tidak dapat ditolak oleh
siapapun, jika seseorang dapat memahami perubahan ini dengan benar maka dia akan
bersikap yang positif demikian juga sebaliknya.
Dengan melihat bahwa
segala sesuatunya saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling menjadikan,
dan selalu berkaitan dengan yang lain, maka bagaimanapun semuanya berpaling
kepada perbuatan (karma) masing-masing. Buddha menyatakan “Kammasaka,
Kammadayada, Kammayoni, Kammabhandu, Kammapatisarana, Yang Kammang Karissanti,
Kalyanang Va Papakang Va, Tassa Dayada Bhavisanti”. Yaitu bahwa kondisi
kehidupan pribadi maupun kolektif manusia bahkan semua makhluk memiliki
karmanya sendiri, mewarisi karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri,
berhubungan dengan karmanya sendiri, terlindung oleh karmanya sendiri, apapun
karma yang telah diperbuatnya baik atau buruk itulah yang akan diwarisinya.
Bila bukan bagiannya (karmanya berbuah) bencana apapun atau perubahan buruk
apapun tidak akan menimpanya. Dan satu prinsip yang tidak dapat ditawar adalah
bila akibatnya buruk pasti sebabnya buruk yang kita lakukan, bila akibatnya
baik maka baik pula sebab yang kita lakukan. Karena itu kebajikan akan
melindungi siapapun yang memilikinya baik di dunia ini maupun di dunia
berikutnya.
Buddhisme memandang hal
itu bukanlah percobaan yang diberikan oleh Tuhan, bukan juga karena Tuhan
sedang murka karena kekecewaannya, peristiwa itu merupakan bagian dari
rangkaian sebab akibat yang saling bergantungan, saling menjadikan, saling
mempengaruhi (paticcasamuppada). Banyak faktor yang menimbulkan suatu
peristiwa terjadi, karena memang tidak ada satupun di dunia ini yang terjadi
karena satu faktor sebab, demikian juga peristiwa ini yang salah satunya adalah
faktor perbuatan manusia (karma).
Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu, sadhu,
sadhu...
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar